Minggu, 02 Februari 2014

Catatan Awal Tahun Hijriah 2013



Bulan Syawal 2013.
            Hari jum’at sering dikatakan sebagai sayyidul ayyam (hari yang  mulia di antara hari mulia), mungkin memang ini menjadi sebuah cerita tersendiri bagi Si Mus ketika berumur kepala dua. Si mus mungkin bisa dikatakan anak yang bandel atau nakal, antara ketaatan dan durhakanya kepada Allah mungkin banyak durhakanya namun dia tetap ingin setiap apa yang dilakukan kedepan menjadikan dia lebih taat lagi.
 Kenapa dikatakan bandel atau nakal?? Al kisah suatu hari ketika si mus pergi menuntut ilmu kesebuah kota pendidikan tepatnya di pulau jawa, ia pernah nyantri di sebuah pesantren. Tak lama hanya beberapa bulan ia pergi tampa meninggalkan pesan kepada pengurus ataupun Kiyai dan Bu Nyai kalo bahasa pesantrenya pamitan boyong. Entah apa yang ada dibenak fikiranya saat itu, mungkin hampir sama dengan santri yang lain yang berada dalam pesantren yakni menginginkan kebebasan dan liar, bebas melakukan apapun tampa ada hukuman/takziran. Peraturan yang ketat tidak boleh ini dan itu menjadi alasan yang sangat gencar ia ungkapkan sebagai alasan yang dapat melegalkan dirinya melakukan pelarian dari pondok pesantren.
Waaktu terus berlalu, hari berganti hari, bulan terus berjalan, tepat ketika lebaran datang ada sebuah rasa yang mengganjaal dalam hati Si mus. Sepertinya perasaan si mus yang belum menjadi fitrah sebagaimana dikatakan ketika datang idul fitri saatnya kita meminta maaf atas segala kesalahan baik kepada sesama manusia atau bermunajad mohon ampunan kepada Allah agar segala amal ibadah kita selama bulan ramadhan dapat diterima, dan kitapun suci/fitrah laksana bayi yang baru lahir kedunia tanpa satupun kesalahan. Dia teringat akan suasana pesantren , wajah kiyai dan bu nyai yang beberapa hari mendidiknya. Perasaan bersalah mulai menghinggapi fikiranya selama hampir sebulan selama idul fitri atau bulan syawal tahun itu. Ingin datang ke pesantren itu namun perasaanya selalu berdebar-debar dan malu yang selalu menghantuinya. Hanya takut, dan takut, dan takut, serta malu yang terus mengganggunya.
Pernah mencoba mengirimkan sms kepada teman yang juga keluar dari pesantren yang sama dengan si mus untuk silaturrahmi ke pondok bareng,( ets... bedanya temen si mus ini pamitan boyong dan pindah pesantren atau legal sedangkan si mus tidak pamitan boyong alias ilegal) namun ternyata si teman lagi pulkam dan belum kembali. Satu usaha si mus yang tidak berhasil, dan merasa memang mungkin memang dia tidak pantas untuk kembali berkunjung ke pesantrenya dulu itu. Perasaa bersalah dan berdosa yang terus menggelayuti semakin banyak dan membuat si mus semakin tidak tenang. Dalam hati si mus mempunyai keinginan untuk melepaskan belenggu kesalahanya dengan datang bertemu, bertatap muka, bersalaman dan berbicara mengucapkan segala permintaan maafnya kepada sang kiyai.
Tepat seminggu sebelum bulan syawal tahun itu berakhir, teman lama yang masih nyantri di pesantren si mus dulu mengirimkan sebuah sms yang isinya meminta tolong agar si mencarikan seorang pelatih drum band untuk mengajar di SMP di yayasan pondok tersebut. Seketika batin si mus merasakan ada getaran aneh dan fikiranya melayang menemukan sebuah nama teman angkatan kuliahnya yang juga diketahui mengikuti sebuah ogranisasi drum band/ marcing band dan juga melatih beberapa sekolahan di kota tersebut. Perasaan yang berdebar-debar dan pertanyaan yang terus muncul dalam benak si mus, apakah ini salah satu jalan untuk dapat bersilaturrahmi dan memnta maaf atas segala kesalahan kepada pemimpin  pesantren dulu???...
Selang tiga hari ternyata ada kesepakatan bahwa temen angkatanya di kuliah bersedia melatih di pondoknya yang dahuru. Dan tibalah waktunya pengaturan pertemuan antara pihak temen saya sebagai pelatih dan pengurus pesantren yang meminta untuk melati. Tepatnya hari jumat, dimana saat itu si mus berada di antara dua pihak yang belum pernah ketemu dan berhubungan sebelumnya. Maka si mus pun mempunyai sebuah tanggungan baru yakn i menghantarkan temanya yang bertindak sebagai calon pelatih drum band dengan pihak pesanten. Sejak pagi hari hari itu dia bertekad bahwa inilah waktu atau moment yang tepatuntuknya bersilaturrahmi ke pesantrennya dulu dan melepaskan beban yang selama ini dirasakan. Waktu memang cepat berganti memasuki gang menuju pesantren bersamaan dengan teman calonpelatih perasaan si mus kacau tak karuan, dalam fikiranya muncul lagi perasaan takut di caci maki, di marahin, dan lain sebagainya. Namun si mus tetap bisa mngontrol fikiranya dan segera berfikir lebih positif serta menguatkan dirinya sendiri bahwa tujuan datang ke tempat ini adalah untuk itikad baik yakni meminta maaf atas segala kesalahan lampau yang telah ia perbuat.
Memasuki wilayah pondok yang tidak amat berbeda jauh dengan kondisi beberapa bulan yang lalu waktu si mus masih tinggal di pesantren tersebut, dia di temui oleh salah seorang temanya di depan pintu kantor pesantren. Kaki si mus semakin bergetar dan rasa tak kuat untuk melangkah ke dalam. Setelah dipersilahkan duduk dan menunggu kedatangan kiyai pesantrenya dulu darah si mus serasa mengalir begitu derasjantung berdebar kencang. Ingin segera waktu itu segera berlalu, atau ingin segera keluar tanpa harus bertemu dengan sosok yang dia segani. Setelah beberapa menit sosok yang di segani memang muncul, dengan tergugah si mus langsung berdiri adri tempat duduknya dan sesegera mungkin bersalaman dan mencium tangan sang kiyai. Perasaan tambah tak menentu....dengan perlahan si mus mulai memperkenalkan temanya yang akan menjadi pelatih drum band kepada kiyai. Setelah ituu waktu serasa berhenti se jenak dan dengan perasaan bahagia si mus mengucapkan kalimat permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas segala kesalahn yang pernah ia lakukan dahulu. Dengan lekas sang kiyai menjawab sama-sama semoga amal kita di terima oleh Allah SWT sebagai amal soleh dan sang kiyai pun memaafkan kesalahan si mus.
            Ngobrol-pun berlangsung dengan santai tapi masih serasa aneh bagi si mus. Dalam hatinya terus bersyukur atas apa yang terjadi pada hari itu, beban yang dulu terasa berat sekarang hilang dan perasaan gelisah menjadi lebih tenang. Si mus pun  baru peercaya bahwa perasaan takut sering menunda segala sesuatu yang ingin di capai, dan kunci untuk mengalahkanya adalah dengan berusaha mencoba dan mencoba. Memang sebuah kata mutiara seperti Man Jadda Wajada perlu diresapi, barng siapa bersungguh-sungguh pasti akan memperoleh apa yang di inginkannya. Akhirnya waktu yang harus memisahkan obrolan di pesantren itu, dan di akhrir sore itu si mus berkeyakinan bahwa ia akan tetap menjaga hubungan baik dengan pesantrenya dahulu biarpun dia adalah santri yang kabur dari pondok alias boyong ga’ pamit (keluar dari pesantren tampa izin).
            Si mus selalu punya cerita.......entah sampai kapan dia dapat menuangkanya kedalam sebuah tulisan dan dapat di baca oleh setiap orang yang melihat tulisanya...sukses dan terima kasih atas semuanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar