Bulan Syawal 2013.
Hari
jum’at sering dikatakan sebagai sayyidul
ayyam (hari yang mulia di antara
hari mulia), mungkin memang ini menjadi sebuah cerita tersendiri bagi Si Mus
ketika berumur kepala dua. Si mus mungkin bisa dikatakan anak yang bandel atau
nakal, antara ketaatan dan durhakanya kepada Allah mungkin banyak durhakanya
namun dia tetap ingin setiap apa yang dilakukan kedepan menjadikan dia lebih
taat lagi.
Kenapa dikatakan bandel atau nakal?? Al kisah
suatu hari ketika si mus pergi menuntut ilmu kesebuah kota pendidikan tepatnya
di pulau jawa, ia pernah nyantri di sebuah pesantren. Tak lama hanya beberapa
bulan ia pergi tampa meninggalkan pesan kepada pengurus ataupun Kiyai dan Bu
Nyai kalo bahasa pesantrenya pamitan
boyong. Entah apa yang ada dibenak fikiranya saat itu, mungkin hampir sama
dengan santri yang lain yang berada dalam pesantren yakni menginginkan
kebebasan dan liar, bebas melakukan apapun tampa ada hukuman/takziran.
Peraturan yang ketat tidak boleh ini dan itu menjadi alasan yang sangat gencar
ia ungkapkan sebagai alasan yang dapat melegalkan dirinya melakukan pelarian
dari pondok pesantren.
Waaktu terus berlalu, hari
berganti hari, bulan terus berjalan, tepat ketika lebaran datang ada sebuah
rasa yang mengganjaal dalam hati Si mus. Sepertinya perasaan si mus yang belum
menjadi fitrah sebagaimana dikatakan ketika datang idul fitri saatnya kita meminta
maaf atas segala kesalahan baik kepada sesama manusia atau bermunajad mohon
ampunan kepada Allah agar segala amal ibadah kita selama bulan ramadhan dapat
diterima, dan kitapun suci/fitrah laksana bayi yang baru lahir kedunia tanpa
satupun kesalahan. Dia teringat akan suasana pesantren , wajah kiyai dan bu
nyai yang beberapa hari mendidiknya. Perasaan bersalah mulai menghinggapi fikiranya
selama hampir sebulan selama idul fitri atau bulan syawal tahun itu. Ingin
datang ke pesantren itu namun perasaanya selalu berdebar-debar dan malu yang
selalu menghantuinya. Hanya takut, dan takut, dan takut, serta malu yang terus
mengganggunya.
Pernah mencoba mengirimkan sms
kepada teman yang juga keluar dari pesantren yang sama dengan si mus untuk
silaturrahmi ke pondok bareng,( ets... bedanya temen si mus ini pamitan boyong
dan pindah pesantren atau legal sedangkan si mus tidak pamitan boyong alias ilegal)
namun ternyata si teman lagi pulkam dan belum kembali. Satu usaha si mus yang
tidak berhasil, dan merasa memang mungkin memang dia tidak pantas untuk kembali
berkunjung ke pesantrenya dulu itu. Perasaa bersalah dan berdosa yang terus
menggelayuti semakin banyak dan membuat si mus semakin tidak tenang. Dalam hati
si mus mempunyai keinginan untuk melepaskan belenggu kesalahanya dengan datang
bertemu, bertatap muka, bersalaman dan berbicara mengucapkan segala permintaan
maafnya kepada sang kiyai.
Tepat seminggu sebelum bulan
syawal tahun itu berakhir, teman lama yang masih nyantri di pesantren si mus
dulu mengirimkan sebuah sms yang isinya meminta tolong agar si mencarikan
seorang pelatih drum band untuk mengajar di SMP di yayasan pondok tersebut. Seketika
batin si mus merasakan ada getaran aneh dan fikiranya melayang menemukan sebuah
nama teman angkatan kuliahnya yang juga diketahui mengikuti sebuah ogranisasi
drum band/ marcing band dan juga melatih beberapa sekolahan di kota tersebut.
Perasaan yang berdebar-debar dan pertanyaan yang terus muncul dalam benak si
mus, apakah ini salah satu jalan untuk
dapat bersilaturrahmi dan memnta maaf atas segala kesalahan kepada
pemimpin pesantren dulu???...
Selang tiga hari ternyata ada
kesepakatan bahwa temen angkatanya di kuliah bersedia melatih di pondoknya yang
dahuru. Dan tibalah waktunya pengaturan pertemuan antara pihak temen saya
sebagai pelatih dan pengurus pesantren yang meminta untuk melati. Tepatnya hari
jumat, dimana saat itu si mus berada di antara dua pihak yang belum pernah
ketemu dan berhubungan sebelumnya. Maka si mus pun mempunyai sebuah tanggungan
baru yakn i menghantarkan temanya yang bertindak sebagai calon pelatih drum
band dengan pihak pesanten. Sejak pagi hari hari itu dia bertekad bahwa inilah
waktu atau moment yang tepatuntuknya bersilaturrahmi ke pesantrennya dulu dan
melepaskan beban yang selama ini dirasakan. Waktu memang cepat berganti
memasuki gang menuju pesantren bersamaan dengan teman calonpelatih perasaan si
mus kacau tak karuan, dalam fikiranya muncul lagi perasaan takut di caci maki,
di marahin, dan lain sebagainya. Namun si mus tetap bisa mngontrol fikiranya
dan segera berfikir lebih positif serta menguatkan dirinya sendiri bahwa tujuan
datang ke tempat ini adalah untuk itikad baik yakni meminta maaf atas segala
kesalahan lampau yang telah ia perbuat.
Memasuki wilayah pondok yang
tidak amat berbeda jauh dengan kondisi beberapa bulan yang lalu waktu si mus
masih tinggal di pesantren tersebut, dia di temui oleh salah seorang temanya di
depan pintu kantor pesantren. Kaki si mus semakin bergetar dan rasa tak kuat
untuk melangkah ke dalam. Setelah dipersilahkan duduk dan menunggu kedatangan
kiyai pesantrenya dulu darah si mus serasa mengalir begitu derasjantung
berdebar kencang. Ingin segera waktu itu segera berlalu, atau ingin segera
keluar tanpa harus bertemu dengan sosok yang dia segani. Setelah beberapa menit
sosok yang di segani memang muncul, dengan tergugah si mus langsung berdiri
adri tempat duduknya dan sesegera mungkin bersalaman dan mencium tangan sang
kiyai. Perasaan tambah tak menentu....dengan perlahan si mus mulai
memperkenalkan temanya yang akan menjadi pelatih drum band kepada kiyai.
Setelah ituu waktu serasa berhenti se jenak dan dengan perasaan bahagia si mus
mengucapkan kalimat permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas segala kesalahn
yang pernah ia lakukan dahulu. Dengan lekas sang kiyai menjawab sama-sama
semoga amal kita di terima oleh Allah SWT sebagai amal soleh dan sang kiyai pun
memaafkan kesalahan si mus.
Ngobrol-pun
berlangsung dengan santai tapi masih serasa aneh bagi si mus. Dalam hatinya
terus bersyukur atas apa yang terjadi pada hari itu, beban yang dulu terasa
berat sekarang hilang dan perasaan gelisah menjadi lebih tenang. Si mus pun baru peercaya bahwa perasaan takut sering
menunda segala sesuatu yang ingin di capai, dan kunci untuk mengalahkanya
adalah dengan berusaha mencoba dan mencoba. Memang sebuah kata mutiara seperti Man Jadda Wajada perlu diresapi, barng
siapa bersungguh-sungguh pasti akan memperoleh apa yang di inginkannya.
Akhirnya waktu yang harus memisahkan obrolan di pesantren itu, dan di akhrir
sore itu si mus berkeyakinan bahwa ia akan tetap menjaga hubungan baik dengan
pesantrenya dahulu biarpun dia adalah santri yang kabur dari pondok alias boyong ga’ pamit (keluar dari pesantren
tampa izin).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar