Sabtu, kebanyakan dari kalangan
akademisi termasuk kedalam hari libur. Ya tidak hanya akademisi pegawai
negripun libur, tapi apa yang sebagian mahasiswa dan dosen di UIN Sunan
Kalijaga mereka masih berjibaku dengan rutinitas belajar di kampus. Tepat jam 07.35
(16/03/2013) seperti biasa kelas teknik reportase TV dimulai, dosenya adalah
Bapak Sudartono, S.Ag. Salah satu tenaga pengajar dan merupakan praktisi media,
sekarang bekerja sebagai kontributor brita stasiun televisi swasta Indosiar
biro jogja. Bukan hanya smengapu satu matakuliah namun beliau juga mengapu
matakuliah kewirausahaan (kebetulan saya Cuma masuk kelas Teknik reportasenya),
lama malang melintang sebagai reporter membuat beliau mengajarkan berbagai
pengalamanya di kelas. Cerita-cerita yang menginspirasi sebagian mahasiswa
untuk bisa mencapai kebahagiaan dengan ilmu, dan mungkin suatu saat beliau juga
akan membaca tulisan saya di blog ini serta akan menyaksikan kesuksesan saya
selanjutnya.
Apresiasi
diberikan beliau ketika hasil reportase saya selesai diputarkan dan dikoreksi
beberapa kekuranganya. Yahh nilai 7 diberikan pada saya, standart minimal
sebuah nilai bagi saya. Namun sejatinya pengetahuan dan pengalaman lebih
berarti dari pada sekedar nilai dan bentuk apresiasi lainya, karena dari pengalaman
dilapangan dan dengan segala koreksi maka kita akan lebih dapat memprediksikan
keadaan ketika kita akan melaksanakan hal yang sama. Dan inilah salah satu
kegunaan sebuah teori, menurut saya teori adalah cara yang digunakan seseorang
dalam menghadapi suatu keadaan dan disinyalir dapat menyelesaikanya dan dapat
diuji ulang kemanjuranya. Perlu diingat tidak semua orang menyukai teori, tapi
tidak semua orang juga paham tentang praktik langsung.
Mengapa
saya katakan demikian, karena orang yang paham teori yang dikaji adalah teks
maka ketika terjun langsung melihat keadaan sesungguhnya (realita) mereka malah
bingung terjebak dengan situasi keadaan yang tidak sesuai dengan apa yang
dicontohkan dalam teori. Orang lapanganpun juga demikian mereka lebih suka
langsung terjun ke lapangan tampa mempelajari teori yang sesuai dengan masalah
apa yang dihadapi, akibatnya karena tidak memiliki prediksi dalam penyelesaian
masalah terpontang panting kesana-kemari alias bekerja dobel super keras. Dan
dari itu semua pasti jenis pekerjaan ataupun masalah tidak terselesaikan dengan
baik.
Bagaimanakah,
yang seharusnya??, apakah kita tetap menggunakan 2 prinsip di atas dengan
terpisah atau menggabungkanya?. Benar fikiran anda pasti
berpendapat menggabungkan keduanya. Dalam porsi seberapa kita membagi keduanya?
Pertanyaan itu tidak dapat saya pestikan karena hal tersebut tergantung pada
pribadi masing-masing orang. Tapi setidaknya kita dapat mengerti teori walaupun
sedikit paham karena itu akan membantu mempermudah kita dalam actionnya.
Hasilnyapun akan beda pasti lebih dapat memuaskan ketimbang kita terjun
kelapangan dengan buta alias tidak mengerti apa yang akan kita lakukan dan
tidak memiliki prediksi sebelumnya.
Oleh sebab itu sebenarnya perbedaan
orang yang memunyai ilmu (teori dan pengalaman) dengan yang tidak nampak dan
dapat dilihat dikehidupan sekeliling kita. Belajar bisa di mana saja, kapan
saja, dan membaca juga dapat dilakukan dengan media apapun baik teks maupun
konteks (realita). Dan jangan sampai kita terjebak dengan fanatisme yang dapat
membutakan kita sendiri, anggap saja semua penting baik teori maupun praktik.
Yakinlah kedua akan memberikan kemudahan bagi kita, saat kita dihadapkan pada
masalah keseharian. Dan inilah sekilas pengetahuan yang saya dapatkan pada hari
sabtu ini. Trimakasih..
*Thanks for Bapak Sudaryono, S.Ag*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar