Senin, 18 Maret 2013

Antara Teori dan Praktek


            Sabtu, kebanyakan dari kalangan akademisi termasuk kedalam hari libur. Ya tidak hanya akademisi pegawai negripun libur, tapi apa yang sebagian mahasiswa dan dosen di UIN Sunan Kalijaga mereka masih berjibaku dengan rutinitas belajar di kampus. Tepat jam 07.35 (16/03/2013) seperti biasa kelas teknik reportase TV dimulai, dosenya adalah Bapak Sudartono, S.Ag. Salah satu tenaga pengajar dan merupakan praktisi media, sekarang bekerja sebagai kontributor brita stasiun televisi swasta Indosiar biro jogja. Bukan hanya smengapu satu matakuliah namun beliau juga mengapu matakuliah kewirausahaan (kebetulan saya Cuma masuk kelas Teknik reportasenya), lama malang melintang sebagai reporter membuat beliau mengajarkan berbagai pengalamanya di kelas. Cerita-cerita yang menginspirasi sebagian mahasiswa untuk bisa mencapai kebahagiaan dengan ilmu, dan mungkin suatu saat beliau juga akan membaca tulisan saya di blog ini serta akan menyaksikan kesuksesan saya selanjutnya.
            Apresiasi diberikan beliau ketika hasil reportase saya selesai diputarkan dan dikoreksi beberapa kekuranganya. Yahh nilai 7 diberikan pada saya, standart minimal sebuah nilai bagi saya. Namun sejatinya pengetahuan dan pengalaman lebih berarti dari pada sekedar nilai dan bentuk apresiasi lainya, karena dari pengalaman dilapangan dan dengan segala koreksi maka kita akan lebih dapat memprediksikan keadaan ketika kita akan melaksanakan hal yang sama. Dan inilah salah satu kegunaan sebuah teori, menurut saya teori adalah cara yang digunakan seseorang dalam menghadapi suatu keadaan dan disinyalir dapat menyelesaikanya dan dapat diuji ulang kemanjuranya. Perlu diingat tidak semua orang menyukai teori, tapi tidak semua orang juga paham tentang praktik langsung.
            Mengapa saya katakan demikian, karena orang yang paham teori yang dikaji adalah teks maka ketika terjun langsung melihat keadaan sesungguhnya (realita) mereka malah bingung terjebak dengan situasi keadaan yang tidak sesuai dengan apa yang dicontohkan dalam teori. Orang lapanganpun juga demikian mereka lebih suka langsung terjun ke lapangan tampa mempelajari teori yang sesuai dengan masalah apa yang dihadapi, akibatnya karena tidak memiliki prediksi dalam penyelesaian masalah terpontang panting kesana-kemari alias bekerja dobel super keras. Dan dari itu semua pasti jenis pekerjaan ataupun masalah tidak terselesaikan dengan baik.
            Bagaimanakah, yang seharusnya??, apakah kita tetap menggunakan 2 prinsip di atas dengan terpisah atau menggabungkanya?. Benar fikiran anda pasti berpendapat menggabungkan keduanya. Dalam porsi seberapa kita membagi keduanya? Pertanyaan itu tidak dapat saya pestikan karena hal tersebut tergantung pada pribadi masing-masing orang. Tapi setidaknya kita dapat mengerti teori walaupun sedikit paham karena itu akan membantu mempermudah kita dalam actionnya. Hasilnyapun akan beda pasti lebih dapat memuaskan ketimbang kita terjun kelapangan dengan buta alias tidak mengerti apa yang akan kita lakukan dan tidak memiliki prediksi sebelumnya.
Oleh sebab itu sebenarnya perbedaan orang yang memunyai ilmu (teori dan pengalaman) dengan yang tidak nampak dan dapat dilihat dikehidupan sekeliling kita. Belajar bisa di mana saja, kapan saja, dan membaca juga dapat dilakukan dengan media apapun baik teks maupun konteks (realita). Dan jangan sampai kita terjebak dengan fanatisme yang dapat membutakan kita sendiri, anggap saja semua penting baik teori maupun praktik. Yakinlah kedua akan memberikan kemudahan bagi kita, saat kita dihadapkan pada masalah keseharian. Dan inilah sekilas pengetahuan yang saya dapatkan pada hari sabtu ini. Trimakasih..
*Thanks for Bapak Sudaryono, S.Ag*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar