Jumat, 15 Maret 2013

ISLAM DALAM PENGERTIAN NORMATIF “IMAN, ISLAM, dan IHSAN”



Ini adalah makalah presentasi saya semester 1 tentang iman, islam, dan ihsan di STAIS AL MUHSIN bersama WAHID. Mungkin hanya menjadi kenangan tersendiri ketika besok saya membuka tulisan blog saya ini,
Namun ingat jangan sekali-kali anda menyalahgunakanya tulisan ini, dosa di tangan anda bila itu sampai dilakukan. Gunakanlah sebagai referensi tambahan bukan copas ulang pekerjaan saya ini.
ISLAM DALAM PENGERTIAN NORMATIF “IMAN, ISLAM, dan IHSAN”
            Sebelum mengenal jauh apa yang dimaksud dengan Iman , Islam dan Ihsan,dalam melakukan studi tentang islam, ada istilah penyebutan islam secara normatif dan islam secara historis. Sebenarnya maksud dari itu ialah hampir sama dengan  Agama islam sebagai wahyu dan agama islam sebagai produk sejarah. Sebagai wahyu, Islam didefenisikan sebagai wahyu ilahi yang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW, untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. Sedangkan Islam historis atau islam sebagai produk sejarah adalah islam yang dipahami dan islam yang di praktekan kaum muslimin di seluruh penjuru dunia, mulai dari masa nabi Muhammad SAW sampai sekarang[1].
            Islam normatif juga tidak dapat terlepas dari kitab suci Islam, Al Qur’an dan sumber ajaran kedua, Al Hadist. Islam dengan kitab suci Al Qur’an adalah identik, karena semua ajaran Islam ada di dalamnya. Ajaran Islam adalah kandungan isi Al Qur’an yang diperkuat dengan Al Hadist[2]. 
I.IMAN
            Pengertian Iman dalam agama islam terlebih dapa pengertian normatif dapat lihat melalui hadis nabi Muhammad SAW yang diterangkan oleh Nabi Muhammad kepada malaikat jibril dalam rangka memberikan pelajaran kepada umat pada waktu itu.
قال : فأخبرني عن الإيمان .
قال : أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر ، وتؤمن بالقدر خيره وشره [3]
            Artinya :
Malaikat jibril bertanya : Beritahukan kepadaku (wahai Muhammad) tentang perkara iman,
Jibril menjawab: engkau beriman kepada Allah, kepada malaikat-Nya, kepada kitab-Nya, para utusanya, dan beriman kepada hari akhir, dan beriman kepada ketentuan yakni ketentuan baik dan buruk.
            Dari hasil dialog diatas maka dikenalah dengan sebutan rukun iman yang jumlahnya ada 6, yaitu:
1.    Iman kepada Allah
2.    Iman kepada malaikat-malaikat
3.    Iman kepada kitab-kitab
4.    Iman kepada rasul-rasul
5.    Iman kepada hari akhir
6.    Iman kepada qada dan qadar[4].
            Iman lebih melibatkan keyakinan akan sebuah kebenaran sejati, bukan kebenaran prasangka. Dengan kata lain bahwa orang yang beriman yakni orang yang memiliki keyakinan dan mereka mengikat diri mereka dengan keyakiakn tersebut untuk bertindak berdasarkan kebenaran yang mereka ketahui. Nabi Muhammad juga mendefinisikan kata iman dengan sebdanya, “ iman adalah sebuah pengakuan dengan hati, pengucapan dengan lisan, dan aktivitas anggota badan ”. Jadi iman melibatkan pengakuan, pengucapan dan perbuatan[5].
            Dalam al Qur’an banyak diterangkan juga tentang orang-orang yang beriman, gamabaranya tetap memenuhi keseimbangan antara keyakinan dan tindakan nyata. Seperti yang terdapat dalam surat al Baqarah ayat 2 yang kebanyakan tafsirnya ialah iman merupakan kepercayaan yang teguh yang disertai dengan ketundukan dan penyerahan jiwa. Tanda-tanda adanya iman ialah mengerjakan apa yang dikehendaki oleh iman itu. Dengan pengakuan bahwasanya sesuatu adalah benar dan menyatakan pembenaran tersebut secara verbal, seseorang meti mengikat diri terhadap kebenaran dan memperlihatkan komitmen mereka dalam aktivitas mereka, dan mereka mestilah hidup sesuai dengan kebenaran yang diyakininya[6].
            Jadi iman merupakan keyakianan yang penuh dan ketaatan yang disertai dengan wujud nyata dalam tindakanya baik dalam hubungannya dengan beribadah kepada Allah (hablumminallah) maupun dengan sesama mahluk dan manusia (habluminannas).

II. ISLAM
            Dari segi kebahasaan Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata salima yang mengandung arti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata salimaselanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian[7]. Orang yang berserah diri, patuh, dan taat disebut orang muslim. Orang yang demikian berarti telah menyatakan dirinya taat, menyerahkan diri, dan patuh kepada Allah Swt[8].
            Khoirudin Nasition juga mengungkapkan pengertianya mengenai islam. Menurutnya kata islam juga berasal dari kata salima berarti selamat, tunduk, dan berserah. Maka salima min khatarin berarti selamat dari bahaya, salima min ‘aibin berarti selamat dari cacat. Arti alsama ilaihi berarti tunduk kepadanya, patuh kepadanya, dan menyerah kapadanya. Selain itu menurutnya kamus al munawir Islam merupakan kata jadi (masdar) dari aslama, yaslimu, islaman yang berarti kepatuhan, ketundukan, dan berserah[9]. Maka kalau disebut aslama amrhu ilaAllah berarti menyerahkan urusan kepada Allah. Penggunaan kata aslama menunjukan mutlaknya dilakukanya proses untuk meraih keselamatan, maksudnya selamat yang diberikan kepada seseorang bukan bentuk pemberian tanpa kerja, by giving, tetapi untuk mendapatkan keselamatan dibutuhkan proses dalam bentuk usaha dan kerja serius[10].
            Sedangkan menurut istilah, banyak ahli yang merumuskannya dan masing-masing dari mereka berbeda. Akan tetapi pada intinya adalah agama islam adalah nama bagi suatu agama yang berasal dari Allah SWT, sebagaimana firman Allah “sesungguhnya agama disisi Allah adalah Islam”. Dalam kitab hadist nabi Arba’in Nawawi yang ditulis oleh Imam Nawawi Islam dijelaskan sebagai berikut:
Artinya:
“Islam adalah kita bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa nabi Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, berpuasa romadhon, dan menunaikan haji bagi yang mampu”.
            Hasil dialog diatas disebut rukun islam, yakni:
1.    Pengakuan terhadap Allah sebagai tuhan yang esa dan pengakuan terhadap kerasulan Muhammad SAW, yang disebut dengan dua kalimat syahadah.
2.    Melaksanakan shalat
3.    Membayar zakat
4.    Menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadhan
5.    Menunaikan ibadah haji ke bait Allah bagi yang sanggup/ mampu[11].
            Andy Dermawan dalam bukunya Ibda’ Binafsika menjelaskan bahwa Islam adalah petunjuk (hudan) ilahiyah yang ditanamkan sebagai benih fitrah dalam sanubari manusia. Bentuk penanaman benih fitrah itu dapat diketahui melalui “kontrak” Memorandum of Understanding (MoU) antara Allah dan ruh manusia, sebagaimana diilustrasikan dala Al Qur’an surat al A’raaf (7) ayat 172 :
            “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",
            Muhammad syaltut memberikan istilah Islam adalah agama Allah yang diwasiatkan untuk mempelajari pokok-pokok dan syari’atnya kepada nabi Muhmmad SAW dan wajib (harus) menyampaikanya kepada seluruh manusia[12]. Jika melihat pengertian di atas maka bisa dikatakan istilah tersebut menyangkut perintah Allah kepada Nabi sekaligus Rasul Muhammad SAW. Definisi tentang islam menurut para tokoh memang sangat berbeda karena juga terdapat perbedaan latar belakang yang melatar belakangi mereka dalam memberikan sebuah definisi.
Jadi manusia adalah tempat bagi benih fitrah yang suci. Itulah amanah yang ditiupkan Allah ke dalam diri manusia, agar di dalam menjalani kehidupan sebagai khalifah dimuka bumi mampu menampilkan eksistensi dirinya secara bebas dan bertanggung jawab[13].Selain itu banyak yang mendefinisikan islam ialah agama samawi (revealed religion), agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada manusia memalui wahyu, bertujuan untuk mengatur, memberikan tuntunan serta menjamin keselamatan hidup manusia di dunia maupun akhirat.

III. IHSAN
            Penjelasan tentang ihsan dalam islam secara normatif dapat dilihat dari keterangan yang diberikan nabi Muhammad pada salah satu potongan hadis yang diriwayatkan oleh shahabat Umar ra dan telah banyak ditulis di dalam kitab-kitab hadis, yakni sebagai berikut:
قال : فأخبرني عن الإحسان .
قال : أن تعبد الله كأنك تراه ، فأن لن تكن تراه فأنه يراك
Malaikat Jiibril bertanya: Beritahukan aku tentang perkra ihsan.
Nabi Muhammad: Ialah engkau menyembah kepada Allah seolah-olah kamu melihatNya, jika engkau tidak melihatnya maka sesungguhnya Ia melihat kamu” 
            Ihsan juga merupakan berbuat kebaikan seolah-olah seseorang melihat Tuhan. Dalam situasi seperti ini, seseorang menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang dapat bersembunyi dari pandangan Allah. Tetapi tujuan ihsan tidak sekedar melakukan apa yang diperintahkan untuk mengerjakanya,  melainkan bertujuan untuk melakukanya demi Allah semata[14]. Manusia yang mampu mencapai tingkatan ini ialah mereka yang telah mempunyai cinta yang sangat tinggi terhadap Allah SWT dalam firmanNya Allah menerangkan tentang kecintaan seorang hambanya seperti dalam surat Al Baqarah ayat 165, yang artinya:
165. Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu[106] mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).
[106]. Yang dimaksud dengan orang yang zalim di sini ialah orang-orang yang menyembah selain Allah.
           
Dari segi bahasa ihsan berasal dari kata husn, yang merujuk pada kualitas sesuatu yang baik dan indah. Dalam pengertian yang umum, bermakna setiap kualitas yang positif kebaikan, kejujuran, indah, ramah, menyenangkan, selaras, dan lain-lain. Dalam al qur’an istilah ihsan juga sering diulang yakni degan kata hasanat, lawan kata dari ini adalh sayyi’at, suatu perbuatan atau suatu hal yang bersifat buruk. Sebuah hasanat dapat dikerjakan manusia maupun tuhan, akan tetapi sayyi’at tidak mungkin dilakukan oleh tuhan berdasarkan firman Allah SWT  dalam surat An-Nisak ayat 79 yang artinya :
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi”

IV.FUNGSI RUKUN IMAN & RUKUN ISLAM
a)    Sebagai pondasi keagamaan seseorang
b)    Memperkuat manusia dalam ubudiyahnya/ dalam hal ibadah.
c)    Sebagai acuan dalam hidup baik hablum minallah dan habluminannas
d)    Meneguhkan kedalam hati tentang kebaikan yang benar-benar dijanjikan kebenaranya
e)    Identitas diri seorang muslim
f)     Dan lain sebagainya.
Dengan demikian kita sebagai khalifah fil Ard, agar dapat menjaga tingkat yang tinggi di hadapan Allah SWT, maka keselarasan antara Iman, islam dan ihsan haruslah kita buktikan secara konkrit dan nyata dalam kehidupan kiata.

KESIMPULAN
Iman, Islam dan Ihsan adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena ketiganya sangat bersinergi antara satu dengan yang lainnya. Seorang muslim meyakini apa yang benar berdasarkan wahyu Illahi dan benar-benar menjalankan apa yang menjadi tanggung jawab atas apa yang diimaninya. Hasil dari iman adalah kegiatan konkrit yang disebut Ihsan dan kegiatan inilah murni dari kesemuanya yang memang mencapai puncak ibadah dan merasa bahwa dalam beribadah seolah-olah melihat Allah dan bilapun tidak maka Allah SWT pasti melihat kita dimanapun dan bagaimanapun mahluknya berada.

Fungsi rukun iman dan rukun islam :
a)    Sebagai pondasi keagamaan seseorang
b)    Memperkuat manusia dalam ubudiyahnya/ dalam hal ibadah.
c)    Sebagai acuan dalam hidup baik hablum minallah dan habluminannas
d)    Meneguhkan kedalam hati tentang kebaikan yang benar-benar dijanjikan kebenaranya
e)    Identitas diri seorang muslim
f)     Dan lain sebagainya.
Dengan mengetahui dasar landasan dalam setiap ibadah maka akan semakin berkualitas pula imbalan yang akan diterima seorang hamba. Dan janji Allah SWT semua mahluk sama yang membedakanya hanyalah taqwa disisiNya.

DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, Andy, Ibda’ Binafsika “Menggagas Paradigma Dakwah Pastisipasionis”, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2007.
Murata, Sachiko, Trilogi Islam (Islam, Iman dan Ihsan), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009.
Nasution, Khoiruddin, Pengantar stuudi Islam, Yogyakarta: ACAdeMIA, 2010.


[1] Khoiruddin Nasution,  Pengantar  Studi Islam (Yogyakarta: ACAdeMIA, 2010), hlm 14.
[2] Khadziq, Islam dan Budaya Lokal (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm 2.
[3] Imam Nawawi, Arba’in nawawi.
[4] Khoiruddin Nasution,  Pengantar  Studi Islam (Yogyakarta: ACAdeMIA, 2010), hlm 6.
[5] Sachiko Murata dan William C. Chittik, Trilogi Islam “Islam, Iman dan Ihsan”(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997),hlm 2
[6] Sachiko Murata dan William C. Chittik,hlm 5
[7] Maulana Muhammad Ali, Islamologi (Dinul Islam), (Jakarta: Ikhtiar Baru-Van Hoeve, 1980), hlm 2.
[8] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers,2009), hlm 62.
[9] Kamus Al munawwir Arab-Indonesia, Ahmad warson Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997) hlm.654 dan 656.
[10] Khoiruddin Nasution,  Pengantar  Studi Islam (Yogyakarta: ACAdeMIA, 2010), hlm 4.
[11] Khoiruddin Nasution,  Pengantar  Studi Islam (Yogyakarta: ACAdeMIA, 2010), hlm 6-7.
[12] Khoiruddin Nasution,  Pengantar  Studi Islam (Yogyakarta: ACAdeMIA, 2010), hlm 3.
[13] Andy Dermawan, Ibdak Binafsika ”Menggagas Paradigma Dakwah Partisipasionis”, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2007) hlm. 1.
[14] Sachiko Murata dan William C. Chittik, Trilogi Islam “Islam, Iman dan Ihsan”(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997),hlm 314.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar