Ini
adalah makalah presentasi saya semester 1 tentang iman, islam, dan ihsan di
STAIS AL MUHSIN bersama WAHID. Mungkin hanya menjadi kenangan tersendiri ketika
besok saya membuka tulisan blog saya ini,
Namun
ingat jangan sekali-kali anda menyalahgunakanya tulisan ini, dosa di tangan
anda bila itu sampai dilakukan. Gunakanlah sebagai referensi tambahan bukan
copas ulang pekerjaan saya ini.
ISLAM
DALAM PENGERTIAN NORMATIF “IMAN, ISLAM, dan IHSAN”
Sebelum mengenal jauh apa yang
dimaksud dengan Iman , Islam dan Ihsan,dalam melakukan studi tentang islam, ada
istilah penyebutan islam secara normatif dan islam secara historis. Sebenarnya
maksud dari itu ialah hampir sama dengan
Agama islam sebagai wahyu dan agama islam sebagai produk sejarah. Sebagai
wahyu, Islam didefenisikan sebagai wahyu ilahi yang diwahyukan kepada nabi
Muhammad SAW, untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. Sedangkan Islam historis
atau islam sebagai produk sejarah adalah islam yang dipahami dan islam yang di
praktekan kaum muslimin di seluruh penjuru dunia, mulai dari masa nabi Muhammad
SAW sampai sekarang[1].
Islam normatif juga tidak dapat
terlepas dari kitab suci Islam, Al Qur’an dan sumber ajaran kedua, Al Hadist.
Islam dengan kitab suci Al Qur’an adalah identik, karena semua ajaran Islam ada
di dalamnya. Ajaran Islam adalah kandungan isi Al Qur’an yang diperkuat dengan
Al Hadist[2].
I.IMAN
Pengertian Iman dalam agama islam
terlebih dapa pengertian normatif dapat lihat melalui hadis nabi Muhammad SAW
yang diterangkan oleh Nabi Muhammad kepada malaikat jibril dalam rangka
memberikan pelajaran kepada umat pada waktu itu.
قال : فأخبرني عن الإيمان .
قال : أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر ، وتؤمن بالقدر خيره
وشره [3]
Artinya :
Malaikat
jibril bertanya : Beritahukan kepadaku (wahai Muhammad) tentang perkara iman,
Jibril
menjawab: engkau beriman kepada Allah, kepada malaikat-Nya, kepada kitab-Nya,
para utusanya, dan beriman kepada hari akhir, dan beriman kepada ketentuan
yakni ketentuan baik dan buruk.
Dari hasil dialog diatas maka
dikenalah dengan sebutan rukun iman yang jumlahnya ada 6, yaitu:
1. Iman kepada Allah
2. Iman kepada malaikat-malaikat
3. Iman kepada kitab-kitab
4. Iman kepada rasul-rasul
5. Iman kepada hari akhir
6. Iman kepada qada dan qadar[4].
Iman lebih melibatkan keyakinan akan
sebuah kebenaran sejati, bukan kebenaran prasangka. Dengan kata lain bahwa
orang yang beriman yakni orang yang memiliki keyakinan dan mereka mengikat diri
mereka dengan keyakiakn tersebut untuk bertindak berdasarkan kebenaran yang
mereka ketahui. Nabi Muhammad juga mendefinisikan kata iman dengan sebdanya, “ iman adalah sebuah pengakuan dengan
hati, pengucapan dengan lisan, dan aktivitas anggota badan ”. Jadi iman
melibatkan pengakuan, pengucapan dan perbuatan[5].
Dalam al Qur’an banyak diterangkan
juga tentang orang-orang yang beriman, gamabaranya tetap memenuhi keseimbangan
antara keyakinan dan tindakan nyata. Seperti yang terdapat dalam surat al
Baqarah ayat 2 yang kebanyakan tafsirnya ialah iman merupakan kepercayaan yang teguh yang disertai dengan ketundukan dan
penyerahan jiwa. Tanda-tanda adanya iman ialah mengerjakan apa yang dikehendaki
oleh iman itu. Dengan pengakuan bahwasanya sesuatu adalah benar dan menyatakan
pembenaran tersebut secara verbal, seseorang meti mengikat diri terhadap
kebenaran dan memperlihatkan komitmen mereka dalam aktivitas mereka, dan mereka
mestilah hidup sesuai dengan kebenaran yang diyakininya[6].
Jadi
iman merupakan keyakianan yang penuh dan ketaatan yang disertai dengan wujud
nyata dalam tindakanya baik dalam hubungannya dengan beribadah kepada Allah
(hablumminallah) maupun dengan sesama mahluk dan manusia (habluminannas).
II. ISLAM
Dari
segi kebahasaan Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata salima yang mengandung arti selamat,
sentosa, dan damai. Dari kata salimaselanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk
dalam kedamaian[7]. Orang yang berserah diri, patuh, dan taat
disebut orang muslim. Orang yang demikian berarti telah menyatakan dirinya
taat, menyerahkan diri, dan patuh kepada Allah Swt[8].
Khoirudin
Nasition juga mengungkapkan pengertianya mengenai islam. Menurutnya kata islam
juga berasal dari kata salima berarti
selamat, tunduk, dan berserah. Maka salima
min khatarin berarti selamat dari bahaya, salima min ‘aibin berarti selamat dari cacat. Arti alsama ilaihi berarti tunduk kepadanya,
patuh kepadanya, dan menyerah kapadanya. Selain itu menurutnya kamus al munawir
Islam merupakan kata jadi (masdar) dari aslama, yaslimu, islaman yang berarti
kepatuhan, ketundukan, dan berserah[9]. Maka kalau disebut aslama amrhu ilaAllah berarti menyerahkan urusan kepada Allah.
Penggunaan kata aslama menunjukan mutlaknya dilakukanya proses untuk meraih
keselamatan, maksudnya selamat yang diberikan kepada seseorang bukan bentuk
pemberian tanpa kerja, by giving,
tetapi untuk mendapatkan keselamatan dibutuhkan proses dalam bentuk usaha dan
kerja serius[10].
Sedangkan
menurut istilah, banyak ahli yang merumuskannya dan masing-masing dari mereka
berbeda. Akan tetapi pada intinya adalah agama islam adalah nama bagi suatu
agama yang berasal dari Allah SWT, sebagaimana firman Allah “sesungguhnya agama
disisi Allah adalah Islam”. Dalam kitab hadist nabi Arba’in Nawawi yang ditulis
oleh Imam Nawawi Islam dijelaskan sebagai berikut:
Artinya:
“Islam
adalah kita bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa nabi Muhammad
adalah utusan Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, berpuasa romadhon,
dan menunaikan haji bagi yang mampu”.
Hasil
dialog diatas disebut rukun islam, yakni:
1.
Pengakuan terhadap Allah sebagai tuhan yang
esa dan pengakuan terhadap kerasulan Muhammad SAW, yang disebut dengan dua
kalimat syahadah.
2.
Melaksanakan shalat
3.
Membayar zakat
4.
Menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadhan
Andy Dermawan dalam bukunya Ibda’
Binafsika menjelaskan bahwa Islam adalah petunjuk (hudan) ilahiyah yang
ditanamkan sebagai benih fitrah dalam sanubari manusia. Bentuk penanaman benih
fitrah itu dapat diketahui melalui “kontrak” Memorandum of Understanding (MoU)
antara Allah dan ruh manusia, sebagaimana diilustrasikan dala Al Qur’an surat
al A’raaf (7) ayat 172 :
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini
Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi
saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan)",
Muhammad syaltut memberikan istilah Islam adalah agama Allah yang
diwasiatkan untuk mempelajari pokok-pokok dan syari’atnya kepada nabi Muhmmad
SAW dan wajib (harus) menyampaikanya kepada seluruh manusia[12].
Jika melihat pengertian di atas maka bisa dikatakan istilah tersebut menyangkut
perintah Allah kepada Nabi sekaligus Rasul Muhammad SAW. Definisi tentang islam
menurut para tokoh memang sangat berbeda karena juga terdapat perbedaan latar
belakang yang melatar belakangi mereka dalam memberikan sebuah definisi.
Jadi manusia adalah tempat bagi benih fitrah yang
suci. Itulah amanah yang ditiupkan Allah ke dalam diri manusia, agar di dalam
menjalani kehidupan sebagai khalifah dimuka bumi mampu menampilkan eksistensi
dirinya secara bebas dan bertanggung jawab[13].Selain
itu banyak yang mendefinisikan islam ialah agama samawi (revealed religion),
agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada manusia memalui wahyu, bertujuan
untuk mengatur, memberikan tuntunan serta menjamin keselamatan hidup manusia di
dunia maupun akhirat.
III.
IHSAN
Penjelasan tentang ihsan dalam islam
secara normatif dapat dilihat dari keterangan yang diberikan nabi Muhammad pada
salah satu potongan hadis yang diriwayatkan oleh shahabat Umar ra dan telah
banyak ditulis di dalam kitab-kitab hadis, yakni sebagai berikut:
قال : فأخبرني عن الإحسان .
قال : أن تعبد الله كأنك تراه ، فأن لن تكن تراه فأنه يراك
Malaikat
Jiibril bertanya: Beritahukan aku tentang perkra ihsan.
Nabi
Muhammad: Ialah engkau menyembah kepada Allah seolah-olah kamu melihatNya, jika
engkau tidak melihatnya maka sesungguhnya Ia melihat kamu”
Ihsan juga merupakan berbuat
kebaikan seolah-olah seseorang melihat Tuhan. Dalam situasi seperti ini,
seseorang menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang dapat bersembunyi dari
pandangan Allah. Tetapi tujuan ihsan tidak sekedar melakukan apa yang
diperintahkan untuk mengerjakanya,
melainkan bertujuan untuk melakukanya demi Allah semata[14].
Manusia yang mampu mencapai tingkatan ini ialah mereka yang telah mempunyai
cinta yang sangat tinggi terhadap Allah SWT dalam firmanNya Allah menerangkan
tentang kecintaan seorang hambanya seperti dalam surat Al Baqarah ayat 165,
yang artinya:
165. Dan
diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain
Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang
yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya
orang-orang yang berbuat zalim itu[106] mengetahui ketika
mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah
semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).
|
[106]. Yang dimaksud dengan orang yang zalim di sini ialah orang-orang
yang menyembah selain Allah.
|
Dari segi
bahasa ihsan berasal dari kata husn, yang merujuk pada kualitas sesuatu yang
baik dan indah. Dalam pengertian yang umum, bermakna setiap kualitas yang
positif kebaikan, kejujuran, indah, ramah, menyenangkan, selaras, dan
lain-lain. Dalam al qur’an istilah ihsan juga sering diulang yakni degan kata hasanat, lawan kata dari ini adalh
sayyi’at, suatu perbuatan atau suatu hal yang bersifat buruk. Sebuah hasanat
dapat dikerjakan manusia maupun tuhan, akan tetapi sayyi’at tidak mungkin
dilakukan oleh tuhan berdasarkan firman Allah SWT dalam surat An-Nisak ayat 79 yang artinya :
“Apa
saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang
menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul
kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi”
IV.FUNGSI
RUKUN IMAN & RUKUN ISLAM
a) Sebagai pondasi keagamaan
seseorang
b) Memperkuat manusia dalam
ubudiyahnya/ dalam hal ibadah.
c) Sebagai acuan dalam hidup
baik hablum minallah dan habluminannas
d) Meneguhkan kedalam hati
tentang kebaikan yang benar-benar dijanjikan kebenaranya
e) Identitas diri seorang
muslim
f) Dan lain sebagainya.
Dengan demikian kita sebagai
khalifah fil Ard, agar dapat menjaga
tingkat yang tinggi di hadapan Allah SWT, maka keselarasan antara Iman, islam
dan ihsan haruslah kita buktikan secara konkrit dan nyata dalam kehidupan
kiata.
KESIMPULAN
Iman, Islam dan Ihsan adalah
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena ketiganya sangat bersinergi
antara satu dengan yang lainnya. Seorang muslim meyakini apa yang benar berdasarkan
wahyu Illahi dan benar-benar menjalankan apa yang menjadi tanggung jawab atas
apa yang diimaninya. Hasil dari iman adalah kegiatan konkrit yang disebut Ihsan
dan kegiatan inilah murni dari kesemuanya yang memang mencapai puncak ibadah
dan merasa bahwa dalam beribadah seolah-olah melihat Allah dan bilapun tidak
maka Allah SWT pasti melihat kita dimanapun dan bagaimanapun mahluknya berada.
Fungsi rukun iman dan rukun
islam :
a) Sebagai pondasi keagamaan
seseorang
b) Memperkuat manusia dalam
ubudiyahnya/ dalam hal ibadah.
c) Sebagai acuan dalam hidup
baik hablum minallah dan habluminannas
d) Meneguhkan kedalam hati
tentang kebaikan yang benar-benar dijanjikan kebenaranya
e) Identitas diri seorang
muslim
f) Dan lain sebagainya.
Dengan mengetahui dasar
landasan dalam setiap ibadah maka akan semakin berkualitas pula imbalan yang
akan diterima seorang hamba. Dan janji Allah SWT semua mahluk sama yang
membedakanya hanyalah taqwa disisiNya.
DAFTAR PUSTAKA
Dermawan, Andy,
Ibda’ Binafsika “Menggagas Paradigma Dakwah Pastisipasionis”, Yogyakarta:
Tiara Wacana, 2007.
Murata, Sachiko, Trilogi
Islam (Islam, Iman dan Ihsan), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.
Nata, Abuddin,
Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009.
Nasution, Khoiruddin, Pengantar
stuudi Islam, Yogyakarta: ACAdeMIA, 2010.
[1] Khoiruddin Nasution,
Pengantar Studi Islam
(Yogyakarta: ACAdeMIA, 2010), hlm 14.
[2] Khadziq, Islam dan Budaya Lokal (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm 2.
[3] Imam Nawawi, Arba’in nawawi.
[4] Khoiruddin Nasution,
Pengantar Studi Islam
(Yogyakarta: ACAdeMIA, 2010), hlm 6.
[5] Sachiko Murata dan William C. Chittik, Trilogi Islam “Islam, Iman dan Ihsan”(Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 1997),hlm 2
[6] Sachiko Murata dan William C. Chittik,hlm 5
[7] Maulana Muhammad Ali, Islamologi
(Dinul Islam), (Jakarta: Ikhtiar Baru-Van Hoeve, 1980), hlm 2.
[8] Abuddin Nata, Metodologi Studi
Islam, (Jakarta: Rajawali Pers,2009), hlm 62.
[9] Kamus Al munawwir Arab-Indonesia, Ahmad warson Munawwir, (Surabaya:
Pustaka Progresif, 1997) hlm.654 dan 656.
[10] Khoiruddin Nasution,
Pengantar Studi Islam
(Yogyakarta: ACAdeMIA, 2010), hlm 4.
[11] Khoiruddin Nasution,
Pengantar Studi Islam
(Yogyakarta: ACAdeMIA, 2010), hlm 6-7.
[12] Khoiruddin Nasution,
Pengantar Studi Islam
(Yogyakarta: ACAdeMIA, 2010), hlm 3.
[13] Andy Dermawan, Ibdak Binafsika ”Menggagas Paradigma Dakwah
Partisipasionis”, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2007) hlm. 1.
[14] Sachiko Murata dan William C. Chittik, Trilogi Islam “Islam, Iman dan Ihsan”(Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 1997),hlm 314.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar