Kamis, 09 Mei 2013

SIFAT-SIFAT DA’i


A.   AMANAH

Amanah (terpercaya) adalah sifat utama yang harus dimiliki seorang da’i sebelum sifat-sifat yang lain. Jika kita renungkan bersama maka kita akan mendapatkan bahwa amanah merupakan sifat yang dimiliki oleh seluruh para nabi dan rasul. Karena amanah selalu bersamaan dengan ash-shidq (kejujuran), maka tidak ada manusia jujur yang tidak terpercaya,dan tidak ada manusia terpercaya yang tidak jujur.[1] Amanah juga merupakan bentuk tanggung jawab yang sangat sulit untuk dilaksanakan ataupun dicapai tampa adanya iman yang tebal dalam diri seseorang. Oleh karena itu di dalam Al Qur’an banyak dijelaskan bagaimana para nabipun berdo’a kepada Allah SWT agar diberikan sifat-sifat seperti amanah dan terpercaya.
Beberapa ayat Al Qur’an yang menjelaskan bahwa para nabi dan rosul mempunyai sifat amanah ditegaskan dalam :
-          Asy-Syuara : 83-84, 105-107, 141-143, 160-162, 176-178
-          An-Naml : 39
B.      SHIDQ
Sifat da’i yang berikutnya adalah shidq-yang berarti kejujuran dan kebenaran; lawan kata dari kedustaan-termasuk diantara sifat-sifat dasar yang menjelaskan potensi dasar seorang pelopor perjuangan.
Rasulullah SAW. Bersabda:
Yang artinya:
Sesungguhnya kejujuran itu mengantar kepada kebajikan dan kebajikan itu mengantarkan ke syurga. Seseorang bersikap jujur sehingga Allah menetapkanya sebagai orang yang jujur. Sesungguhnya dusta itu mengantarkan pada perbuatan dosa dan dosa itu mengantarkan ke neraka. Seseorang bersikap dusta sehingga Allah menetapkanya sebagai pendusta. (HR. Bukhari dan Muslim)
Shidq terdiri dari beberapa tingkatan :
Shidq dalam perkataan
                Merupakan kewajiban bagi setiap muslim untuk memelihara tutur katanya. Hendaknya ia tidak berbicara kecuali dengan jujur. Agar kejujuran itu menjadi pembimbing dalam segala sesuatu, maka seorang muslim harus merasa malu kepada Allah ketika lisanya mengucapkan,
Wajahtu wajhiya liladzi fatharas samawati wal ardha hanifan, yang artiinya, Aku hadapkan wajah (diri)-ku kepada Dzat (Allah) yang telah menciptakan langit dan bumi dengan penuh kerelaan. (Al-An’am: 79)
                Sementara fikiran dan hatinya jauh dari Allah SWT. Dan disibukkan dengan angan-angan dunia dan keindahanya, itu berarti pernyataanya bohong.
Dia berkata, Iyaka na’budu yang artinya Hanya keapda-Mu kami beribadah, tetapi ternyata ia diperbudak oleh dirham dan dinarnya. Dia juga mengatakan, Wa iyaka nasta’in yang artinya Hanya kepadamu kami memohon pertolongan, tetapi dia meminta pertolongan kepada selain Allah, yaitu kepada manusia.
Shidq dalam niat dan kehendak
                Shidq dalam niat dan kehendak dikembalikan pada keihlasan Artinya, tidak ada motivasi dalam gerak diamnya selain karena Allah. Jika niat seperti itu disertai dengan keinginan-keinginan nafsu, niscaya kejujuranya menjadi batal (hilang).
Shidqul ,azm (Tekad yang Benar)
Yaitu semangat yang kuat, tidak ada kecenderungan lain, tidak melemah dan tidak ragu-ragu, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Qur’an :
Ketaatan dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka). Apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya). Tetapi jikalau mereka benar (imanya) trhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka (Muhammad: 21)
Shidq dalam menepati janji
                Sebagaimana firman Allah SWT, Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah...(Al Ahzab:23)
Shidq dalam Bekerja
                Dalam artian hendaklah bersungguh-sungguh dalam beramal sehingga apa yang tampak dalam perbuatannya adalah apa yang ada dalam hatinya. Barangsiapa memberi nasehat kepada orang lain dengan tutur kata yang baik, tetapi batinya menginginkan agar ia dikatakan sebagai orang yang alim, ia telah berbohong dengan perilakunya. Ia tidak jujur, karena kejujuran beramal adalah sikap yang sama dalam keadaan sendiri maupun dihadapan orang banyak. Artinya batinya seperti zhahirnya atau bahkan lebih baik dari zhahirnya.
                Derajat kejujuran itu tidak ada habisnya, karena seseorang itu kadang-kadang bisa jujur dalam satu hal, tetapi tidak bisa jujur dalam hal yang lainya, sehingga jika kejujuran itu secara menyelurh, itulah kejujuran yang sebenarnya. Oleh karena itu, sifat jujur dan amanah saling memperkuat, dan merupakan dua sifat yang tidak bisa dipisahkan; karena keduanya berkaitan erat dengan ihlas.
C.      Ikhlas
Seorang da’i harus mengikhlaskan amalnya karena Allah-juga diperintahkan untuk huznuzhan (berbaik sangka) kepada seluruh kaum muslimin dan menyerahkan amal mereka kepada Allah SWT. Oleh karena itu ulama salaf berkata “Sesungguhnya aku senang bila segala sesuatu (yang aku lakukan) itu disertai dengan niat, hingga di dalam masalah makanan, minum, dan masuk ke kamar kecil sekalipun”. Ulama salaf sering melakukan muhasabah terhadap dirinya, terhadap setiap gerak dan diamnya, hingga amal mereka menjadi ikhlas semata untuk mencari ridha Allah SWT.
        Oleh karena itu terapi keihlasan adalah dengan menghilangkan keinginan-keinginan nafsu dan memutus sifat tamak terhadap dunia, serta hanya menginginkan akhirat. Keinginan kepada akhirat itulah yang dominan dalam hati. Dengan demikian keihlasan itu akan mudah diperoleh, karena betapa banyak amalan yang diperbuat manusia dngan susah payah. Dia mengira bahwa amalan-amalan itu secara ihlas dilakukan karena Allah, akan tetapi ternyata ia tertipu, karena ia tidak melihat bahaya di dalamnya. Maka hendaklah seorang da’i sangat berhati-hati dan selalu melakukan instropeksi diri, sehingga dakwahnya benar-benar murni karena Allah SWT. Hendaknya ia berkata pada dirinya :
“Katakanlah saya tidak meminta imbalan (atas dakwahku), tidak ada yang memberikan imbalan kepadaku kecuali (ALLAH) Tuhan Semesta Alam”.
D.      Rahmah, Rifq, dan Hilm
Seorang da’i wajib mengetahui bahwa risalah yang diembanya untuk manusia seluruh manusia ini adalah risalah rahmah (kasih sayang), sebagaimana ditegaskan dalam Al Qur’an yang di tujukan kepada Rasululloh SAW :
Dan tidaklah kami utus engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat untuk alam semesta (Al Anbiyak:107)
Rahmah (kasih sayang) itu meliputi kasih sayang dalam akidah, syari’at, dan ahlak. Kasih sayang islam itu ada dalam seluruh aspek kehidupan, sehingga kasih sayang itu telah menjadi ciri khas masyarakat islam, baik terhadap sesama manusia, hewan, tumbuhan, bahkan tehadap benda mati sekalipun.
Jika dibaca surat Al Fatihah, maka akan diperoleh beberapa manfa’at yang besar terkait dengan masalah kasih sayang, antara lain sebagai berikut:
1.       Sesungguhnya orang yang berada di jalan dakwah dan memulainya dengan asma Allah harus berakhlak dengan akhlak Ar-Rahman dan Ar-Rahim, karena risalah Islam itu merupakan rahmat bagi alam semesta. Rahmat dalam struktur dan nilainya yang dapat menghilangkan kesulitan dan beban, yaitu dengan akidahnya. Juga rahmad dalam menyebarkan keadilan dan kebajikan serta memenuhi hajat kerabat, yaitu dengan syariatnya. Juga menyempurnakan ahklak mulia dengan segala keutamaanya.
2.       Rahmah (kasih sayang) tidak akan terwujud kecuali dengan memperhatikan orang yang didakwahi. Oleh sebab itu kita tidak boleh membenci mereka, tetapi tanamkan sifat kasih terhadap mereka, sehingga kita bisa melihat apa yang mereka tidak bisa melihatnya, dan kita bisa membawa mereka ke jalan kebaikan.
3.       Hendaknya seorang da’i menjadikan usahanya untuk memberikan kasih sayang itu berdasrkan dua cara:
-          Beribadah dengan ihlas karena Allah.
-           Mohon pertolongan hanya kepada-Nya.
4.       Hendaknya seorang da’i mengetahui bahwa jika ia berbuat demikian, berarti ia telah mengikuti jejak orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, shiddiqin, syuhada’, dan orang-orang saleh.
Seorang da’i ketika dihiasi oleh sifat kasih sayang dan berakhlak dengan ahklak itu, dia akan mempunyai kepekaan perasaan dalam menyikapi orang lain. Karena Allah sendiri tidak menginginkan mahluk-Nya kecuali kemudahan. Allah SWT berfirman:
Allah menginginkan kemudahan bagimu, dan tidak menginginkan kesulitan bagimu. (Al Baqarah: 185)
Dengan demikian maka kita senantiasa berada dalam suasana yang diliputi oleh kelemahlembutan, kasih sayang dan keramahan. Syi’ar Islam yang disampaikan oleh rasululloh adalah “Gembirakanlah dan jangan kau takut-takuti. Mudahkanlah dan jangan kau persulit”.
Bersikap lemah lembut
                Sesungguhnya termasuk keburukan seorang da’i tehadap dirinya sendiri adalah apabila ia memberatkan manusia, seakan ia melihat mereka dengan pengelihatan yang hina, atau dengan pandangan yang sombong dan merasa paling tinggi. Hendaklah dia teringat bagaimana keadaanya sebelum mendapat hidayah, sehingga tidak mudah melempar cercaan pada orang-orang yang berbuat maksiat.
                Jika seorang da’i berbuat demikian, berarti dia telahmemecah belah bukan mempersatukan, membuat orang lari, bukan memberi rangsangan, mempersulit tidak mempermudah, menanamkan kebencian bukan membuat orang suka, mengusir bukan memikat, bahkan ia telah membantu setan melawan objek dakwah. Padahal semstinya ia menolongnya untik melawan setan.
Sifat santunya mendahului ketiaktahuannya.
                Sifat hilm (penyantun) akan melindungi pemiliknya dari berbagai fitnah, dapat menjaga dari marah, dan mendatangkan kemenangan. Sifat ini juga merupakan salah satu bentuk kasih sayang terhadap manusia. Hal itu karena kejahatan tidak dapat disembuhkan dengan kejahatan. Seringkali dalam kehidupan ini kita berupaya mengobati keburukan dengan keburukan yang sepadan, sehingga yang kita dapatkan kemudian adalah orang yang marah semakin marah, dan orang yang membenci semakin membenci.
                Sesungguhnya sifat penyantun itu merupakan salah satu tanda dari tanda-tanda kenabian Rasululloh SAW, sebagaimana diceritakan oleh Abdullah bin Salam mengenai kisah Zaid bin Sa’nah. Abdulloh bin Salam berkata, ‘sesungguhnya Allah SWT ketika hendak memberi petunjuk pada Zaid bin Sa’nah, Zaid berkata, Tidak ada sedikitpun dari tanda-tanda kenabian kecuali aku telah melihatnya di wajah Muhammad Saw. Ada  dua hal yang akan aku beritahukan: Sifat Hilmnya mendahului ketidak tahuanya, dan ketidaktahuan yang sangat itu tidak mennambahinya kecuali semakin bersikap halim. Aku pernah pergi kepadanya untuk berkawan denganya, maka aku mengetahui sifat hilmnya dari ketidaktahuanya”.
Rasululloh SAW dalam Al Qur’an
                Allah menampilkan Rosululloh kepada manusia dengan sifat-sifat yang dicintai umatnya, yaitu simpatik, penuh perhatian, dan kasih sayang. Berikut adalah karakter yang memperkuat hubungan umat Muhammad SAW dengan orang yang mengurusi prkara mereka yaitu Rosululloh SAW :
        I.            Selamat dari kehancuran
      II.            Merasa aman dalam perlindungan mereka
    III.            Mencintai mereka disaat hadir maupun pergi
Di antara sifat Rasululloh adalah ketika berada dalam pertempuran, beliau adalah orang yang paling dahulu menemui musuhnya, bahkan para sahabat berlindung di belakang beliau ketika peperangan mulai berkecamuk. Selain itu beliau adalah orang yang paling pemaaf terhadap meereka.
Shabr
                Sabar merupakan akhlak qurani yang paling menonjol dan sangat diperhatiak oleh kitab Allah yang mulia. Ia merupakan ahklak yang banyak diiulang-ulang dalam Al Qur’an, karena tidak ada keimanan seseorang tanpa kesabaran padanya. Kalau masih ada dia adalah keimanan yang lemah. Sesungguhnya iman itu yang separuh adalah syukur, dan separuh lagi adalah sabar. Sabar juga merupakan salah satu inti kebahagiaan, sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnul Qayyim, “inti kebahagiaan itu ada tiga:
1)      Apabila mendapat nikmat ia bersyukur
2)      Apabila diuji ia sabar
3)      Dan apabila ia berbuat dosa maka beristgfar”.
Dan sabar tidak bisa dicapai kecuali dengan tiga hal :
a)      Menahan diri dari mengeluh
b)      Menahan lisan dari perkataan kotor dan mengadu domba
c)       Menahan anggota badan dari perbuatan zalim
Dengan itu, seorang muslim merasa mulia bersih hatinya, seakan ia terbang ke langit bersama malaikat Allah yang mulia. Sebagian manusia mengira bahwa sabar merupakan perilaku atau sikap negatif yang identik dengan menyerah, tidak berusaha dan menghinakn diri. Padahal tidak demikian, krena sabar merupakan inti dari akhlak yang terpuji.
Jika kesabaran merupakan kebutuhan bagi setiap orang, mak bagi seorang da’i kesabaran itu lebih dibutuhkan daripada yang lainya. Karena seorang dai bekerja dalam dua medan. Yang pertama ialah dia menghadapi dirinya sendiri yakni berjihad melawan nafsunya, mndorong untuk taat, danmencegahnya dari maksiat, kemudian ia juga harus menghadapi orang-orang di luar dirinya, yaitu di medan dakwah.
E.       Hirs
                Seorang dai juga harus mempunyai sifat hirs (perhatian yang besar) kepada obyek dakwahnya, sampai yang bersangkutan merasakan adanya perhatian yang besar tersebut. Perasaan yang sepeti ini akan mampu membuka hatinya dan mengubah perasaanya,sehingga objek dakwah siap mendengarkan apa yang disampaikannya.
Betapapun seorang dai menghdapi tantangan yang demikian berat, dia harus tetap memperhatikan terhadap orang yang ia dakwahi. AlQuranul karim telah menjelaskan kepada kita tentang perhatian itu, yang juga dimiliki oleh para nabi dan rosul. Mereka juga sedih dan sakit ketika menghadapi tantangan dari penentang dakwah.
Beberapa contoh sikap hirs yakni dari Nabi Muhammd hingga nabi dan rosul lainya dijelaskan dalam Al Qur’an, cob kita renungkan apa yang terjadi pda diri Rosululloh, ketika giginya tanggal dan kepalanya terluka dalam perang uhud. Darah mengalir dari wajah beliau, kemudia beliau mengusap darah tersebut dan berkata,”bagaimana kaum itu beruntung sedang mereka melukai wajah nabinya?” kemudian Allah menurunkan firmanya,
Tidak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu, apakah Allah menerima tobat mereka atau mnengazab mereka, karena sesungguhnya mreka itu orang-orang yang zalim (Ali Imron: 128).
F.       Tsiqah
                Keimanan seorang dai itu sangat dalam dan kepercayaanya sangat besar terhadap kemenangan agama. Iapercaya bahwa sesungguhnya Islam akan dimenangkan umatnya, merdeka daulahnya, dan berkibar tinggi panji-panjinya. Keyakinan yang mantap seperti ini bukanlah fatamorgana yang ada di tanah lapang ketika orang-orang kehausan dan mengira itu air. Tatkala mereka mendatanginya, mereka tidak mendapatkan apa-apa. Tidak pula keyakinan itu harapan palsu akan tetapi ia tegak di atas argumentasi yang mantab yang kita peroleh dari Rasululloh SAW.
                Kemenagan atau pertolongan, sebagaimana bisa diperoleh di dunia, ia juga bisa diraih di akhirat, sehingga nikmat dan kegembiraan itu dapat diperoleh secara sempurna. Allah SWT berfirman:
                Sesungguhnya kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang berikman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (di hari kiamat). (Al Mukmin:51).
                Berdasarkan ayat tersebut maka pertolongna Allah di dunia maupun di akhirat adalah sama (tetap akan diberikan) sebagaimana ada yang setelah membunuh nabi maka Allah memberi kekuasaan kepada orang yang akan mendukung para nabi itu atas mereka.
                Sesungguhnya di antara makna kemenangan adalah Al-Intiqam yang artinya siksaan. Allah SWT telah menyiksa orang-orang yang zalim ketika mereka hidup atau sudah mati. Oleh karena itu, kita ingatkan orang-orang yang memusuhi Allah dan RasuNya yang selalu mengancam para pendukungnya serta memerangi hamba-hambanya dan para mujahidin di jalan Allah. Kita ingatkan mereka dengan sunnatullah yang berlaku. Kita perlihatkan kepada mereka apa yang pernah menimpa umat-umat terdahulu.
                Sesungguhnya komitmen iman kita bahwa masa depan untuk agama ini, akan memberikan harapan yang dapat mendorong kita untuk bekerja secara serius agar dapat sampai pada kemenangan yang meyakinkan. Itu tidak akan terwujud kecuali apabila kita mau meningkatkan derajat kita sesuai dengan agama ini, baik dibidang aqidah, ibadah, akhlak, dan pemahaman terhadap apa yang ada di sekeliling kita sertamakrifat terhadap berbagai modernitas. Ulama berkata “Allah memberi rahmat seseorang yang paham terhadap zamanya dan istiqomah terhadap manhajnya”.
                Oleh karena itu, para da’i dewasa ini merupakan pembawa cahaya di tengah-tengah umat yang tengah dalam kegelapan. Mereka adalah benih-benih kesadaran yang tertanam di tengah umat yang sedang tertidur. Mereka adalah tumpuan harapan dunia pada saatdunia sedang dilanda krisis petunjuk, dan pada saat yang sama mereka mementingkan diri dan kekufuran. Maka marilah kita beramal, karena harapan itu tetap mendorong kita. Demikian pula keyakinan untuk merealisasikan kemenangan itu menjadi pembimbing kita, dan Rasululloh SAW adalah pembimbing kita agar terwujud firman Allah SWT,
                “Maka kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang”(Ash-Shaf:14).



[1] Aziz, Jum’ah Amin Abdul, FIQIH DAKWAH: Prinsip dan Kaidah Asasi Dakwah Islam(Solo, 2011: PT ERA ADICITRA INTERMEDIA),h.74

1 komentar:

  1. Terimakasih artikelnya.
    Sangat bermanfaat.
    Salam kenal juga ya?
    Www.kajianummat.blogspot.com

    BalasHapus