Senin, 18 Maret 2013

Antara Teori dan Praktek


            Sabtu, kebanyakan dari kalangan akademisi termasuk kedalam hari libur. Ya tidak hanya akademisi pegawai negripun libur, tapi apa yang sebagian mahasiswa dan dosen di UIN Sunan Kalijaga mereka masih berjibaku dengan rutinitas belajar di kampus. Tepat jam 07.35 (16/03/2013) seperti biasa kelas teknik reportase TV dimulai, dosenya adalah Bapak Sudartono, S.Ag. Salah satu tenaga pengajar dan merupakan praktisi media, sekarang bekerja sebagai kontributor brita stasiun televisi swasta Indosiar biro jogja. Bukan hanya smengapu satu matakuliah namun beliau juga mengapu matakuliah kewirausahaan (kebetulan saya Cuma masuk kelas Teknik reportasenya), lama malang melintang sebagai reporter membuat beliau mengajarkan berbagai pengalamanya di kelas. Cerita-cerita yang menginspirasi sebagian mahasiswa untuk bisa mencapai kebahagiaan dengan ilmu, dan mungkin suatu saat beliau juga akan membaca tulisan saya di blog ini serta akan menyaksikan kesuksesan saya selanjutnya.
            Apresiasi diberikan beliau ketika hasil reportase saya selesai diputarkan dan dikoreksi beberapa kekuranganya. Yahh nilai 7 diberikan pada saya, standart minimal sebuah nilai bagi saya. Namun sejatinya pengetahuan dan pengalaman lebih berarti dari pada sekedar nilai dan bentuk apresiasi lainya, karena dari pengalaman dilapangan dan dengan segala koreksi maka kita akan lebih dapat memprediksikan keadaan ketika kita akan melaksanakan hal yang sama. Dan inilah salah satu kegunaan sebuah teori, menurut saya teori adalah cara yang digunakan seseorang dalam menghadapi suatu keadaan dan disinyalir dapat menyelesaikanya dan dapat diuji ulang kemanjuranya. Perlu diingat tidak semua orang menyukai teori, tapi tidak semua orang juga paham tentang praktik langsung.
            Mengapa saya katakan demikian, karena orang yang paham teori yang dikaji adalah teks maka ketika terjun langsung melihat keadaan sesungguhnya (realita) mereka malah bingung terjebak dengan situasi keadaan yang tidak sesuai dengan apa yang dicontohkan dalam teori. Orang lapanganpun juga demikian mereka lebih suka langsung terjun ke lapangan tampa mempelajari teori yang sesuai dengan masalah apa yang dihadapi, akibatnya karena tidak memiliki prediksi dalam penyelesaian masalah terpontang panting kesana-kemari alias bekerja dobel super keras. Dan dari itu semua pasti jenis pekerjaan ataupun masalah tidak terselesaikan dengan baik.
            Bagaimanakah, yang seharusnya??, apakah kita tetap menggunakan 2 prinsip di atas dengan terpisah atau menggabungkanya?. Benar fikiran anda pasti berpendapat menggabungkan keduanya. Dalam porsi seberapa kita membagi keduanya? Pertanyaan itu tidak dapat saya pestikan karena hal tersebut tergantung pada pribadi masing-masing orang. Tapi setidaknya kita dapat mengerti teori walaupun sedikit paham karena itu akan membantu mempermudah kita dalam actionnya. Hasilnyapun akan beda pasti lebih dapat memuaskan ketimbang kita terjun kelapangan dengan buta alias tidak mengerti apa yang akan kita lakukan dan tidak memiliki prediksi sebelumnya.
Oleh sebab itu sebenarnya perbedaan orang yang memunyai ilmu (teori dan pengalaman) dengan yang tidak nampak dan dapat dilihat dikehidupan sekeliling kita. Belajar bisa di mana saja, kapan saja, dan membaca juga dapat dilakukan dengan media apapun baik teks maupun konteks (realita). Dan jangan sampai kita terjebak dengan fanatisme yang dapat membutakan kita sendiri, anggap saja semua penting baik teori maupun praktik. Yakinlah kedua akan memberikan kemudahan bagi kita, saat kita dihadapkan pada masalah keseharian. Dan inilah sekilas pengetahuan yang saya dapatkan pada hari sabtu ini. Trimakasih..
*Thanks for Bapak Sudaryono, S.Ag*

Jumat, 15 Maret 2013

Segala cara yang penting lancar




Berusaha apanun yang saya posting di blog ini adalah apa yang keluar dari kemampuan diri sendiri atau bersifat orisinil adapun data-data yang saya ambil sebisa mungkin saya cantumkan sebagai penjelasan lebih lanjut ketika pembanca kurang mengerti dengan maksud tulisan saya.
Apapun keinginan seseorang atau cita-cita akan ditempuh dan dikejar walaupun dengan berbagai cara wajar maupun tidak. Karena logikanya ketika seorang ingin mendapatkan pemuas kebutuhan pribadinya maka dia harus mengorbankan suatu yang berharga yang lain, seperti ingin memiliki baju maka dia harus membeli dengan uang maka uang yang termasuk barang berharga harus ditukar untuk mendapatkan baju baru. Istilah inilah yang mungkin menjadi motto dari sebagian besar warga negara Indonesia yang ingin menjadi pegawai negri (PNS), jabatan pegawai negri sangat diidamkan karena dianggap memiliki jaminan pasti dengan gaji yang besar dan dana pensiun yang dapat menjadikan sejahtera kehidupan dimasa tuanya
Sekarang ini banyak praktek dengan istilah ada uang pelicin untuk memperlancarkan segala urusan, salah satunya menjadi pegwai negri. Dimaksudkan ketika calon pegawai mau membayar sejumlah uang tertentu yang ditawarkan oknum pegawai negri tertentu, maka si calon pegawai negri tersebut mendapatkan jaminan menjadi pegawai negri dengan mudah tanpa melalui prosedur semestinya. Bayangkan saja jika awal menjadi calon pegawai negri saja dia sudah membayar uang yang tentunya tidak sedikit jumlahnya, dan ketika dia menjadi pegawai negri maka dia juga akan memasang tarif sama bahkan lebih tinggi untuk meloloskan calon pegawai negri lainya.GAK APA LAH YANG PENTING AMAN!!!
Negri ini mungkin sudah penuh dengan kebohongan belaka, kesuksesan diinginkan melalui cara-cara instan. Segala dianggap bahwa yang cepat maka lebih baik, padahal proseslah sebenarnya yang menjadikan bukti kesuksesan seseorang. Selain itu dalam kalangan pendidikan juga ada istilah Tuku Bangku ( dalam bahasa jawa), maksudnya adalah tersedianya sistem penerimaan siswa-siswi tanpa adanya uji seleksi yakni dengan membeli satu kursi untuk dapat digunakan sebagai jaminan diterimanya calon siswa-siswi (Biasanya sich sistem ini ada di beberapa sekolah Negri). Sistem tersebut juga banyak dipakai oleh sebagian Perguruan Tinggi baik negri maupun swasta, dengan berbagai macam dalih mulai dari sumbangan gedung dan lain sebagainya.Bukankah tingkat subsidi pendidikan terus dinaikkan jumlahnya dari tahun ke tahun dalam Anggaran negara, kemanakah semua aliran dana tersebut???? Akankah lenyap ditelan bumi.
 Mungkin kebanyakan memang praktek ini dilakukan oleh mereka kalangan orang yang berduit, yang ingin menempuh pendidikan instan, menginginkan gelar instan, dan akhirnya ketika menjadi pemimpin inginya juga kerja yang instan dengan pundi-pundi bayaran bergelimpang. Sungguh miris bila menyaksikan hal seperti ini, akankah sejarah perjuangan kemerdekaan selama ini serasa tiada berguna. Para pejuang negri merelakan nyawanya sebagai taruhan untuk mendapat kemerdekaan agar para penerus bangsa dapat hidup lebih baik dari mereka. Perjuangan tersebut sebenarnya memberikan gambaran bagaimana proses untuk memperoleh kemerdekaan yang sangat berharga, hingga para pejuang yang gugur dikenang namanya sampai sekarang. Tolak ukur seperti inilah yang seharusnya dimiliki setiap jiwa masyarakat Indonesia, menjadikan proses kedewasaan sebagai pembelajaran agar segala macam praktek KKN dinegri ini dapat dihilangkan dan tumbuhlah budaya kejujuran diberbagai kalangan mulai dari tingkat ekonomi bawah hingga para Pegawai negri.
Semakin hari banyak pelajar melupakan kewajibanya, pejabat lupa akan janji dan tanggung jawabnya, serta dekadensi moral yang terus menggerus pribadi bangsa. Jika tidak di mulai perbaikan sekarang, akan sampai kapankah ini berlangsung, pemerintah yang menjadi acuan rakyat sudah kehilangan mata batin dengan memebrikan contoh korupsi yang besar-besaran dan hukuman yang seringan-ringanya. Bukti nyata rakyat mengikuti jejak para pejabat yakni dengan istilah yang penting aman, asalkan ada uang hukum dapat dimanipulasi, jabatan bisa dibeli, dan rakyat paling mudah dikibuli. Lucunya lagi mereka (para pejabat negara) adalah orang-orang yang berpendidikan tinggi tapi mengapa dengan kepandaian mereka malah banyak rakyat yang sengsara. Apaka ini maksud dari diwajibbkanya mencari ilmu?, agar nantinya setelah mengerti dapat membodohi orang lain bukanya memberi pengerrtian kepada yang lain.
Jikalau kita sudah tidak punya kepercayaan kepada para penguasa negara ini, mari kita memulai dari diri sendiri, lingkungan, serta saling mengingatkan kepada teman, kerabat, dan saudara. Ingat bahwa Tuhanpun tidak mewajibkan patuh kepada pemerintah yang dzolim dan rrakus akan kekuasaan. Negara yang punya bukan pejabat, tapi negara adalah milik rakyat dan kebehagiaan serta ketentraman dapat terwujud apabila rakyat sendiri yang menciptakanya.

Jurnalis warga



Cytizen Jurnalism
            Kemajuan tehnologi pada abad sekarang menjadikan lancarnya arus informasi dan kemudahan mengakses maupun menyebarkan setiap ragam kejadian kepada orang lain/ masyarakat luas tanpa mengenal batas-batas tertentu seperti antar privinsi, pulau, bahkan antar negara. Mulai dari jenis media SMS yang sangat sederhana digunakan untuk memberitahukan kabar saudara yang jauh hingga media internet FB digunakan untuk chat dengan kekasih yang lagi kuliah diluar kota (misalnya tapi banyak juga kan terjadi disekitar kita). Yah memang benar itu semua tanpa kita sadari keberadaanya menjadikan akses terhadap informasi lebih mudah.
            Setidaknya dengan kemudahan itu kita dapat menjadi jurnalis sebenarnya, atau menjadi sang penyebar informasi yang mungkin terjadi disekitar kita setiap harinya. Mungkin menurut kita suatu kejadian sepele namun akan menjadi hal yang sangat penting dan dicari oleh orang lain karena menurut mereka itu hal yang sangatb paenting bagi mereka. Semisal kecelakaan di jalan, ketika kita melintas mungkin menurut kita hal itu biasa terjadi sehingga kita mengabaikanya. Tapi jika kita bayangkan yang menjadi korban kecelakaan adalah sanak famili kita semisal, tentu akses informasi akan kecelakaan tersebut menjadi penting karena adanya faktor kedekatan dengan famili dan keadaan terupdate adalah yang paling dicari apalagi hingga menyangkut maslah nyawa dan kerugian misalnya.
            Berangkat dari kejadian tersebut, sudah selayaknya kita menjadi jurnalis untuk warga sekitar kita. Modal dengan camera HP semisal kita dapat memfoto kejadian ataupun merekam suatu kejadian, dan dengan mencari data yang akurat ataupun dalam istilahnya ferivikasi data kita unggah hasil tersebut ke media massa online bisa fb, twitter maupun blog. Namun perlu di inggat bahwa akurasi data menjadi sangat penting disini mengingat dampak dari persepsi yang timbul dari sebuah pesan yang ditampilkan menjadi sangat beragam karena diterima oleh berbagai macam kalangan dan individu.
Sidang pembaca yang setia....
            Blog ini sekaligus menjadi lahan untuk saya ucapkan minta maaf jika terdapat kesalahan atau belum dapat memahamkan anda sekalian dalam segala tulisan yang mungkin anda ikuti berkenaan dengan akademis (kalo tulisan yang lain maah Cuma fabtasi..*hahahaha*). Mampukah kita memanfaatkan kemudahan akses ini dengan hal yang lebih positif, toh memberikan sesuatu yang sangat berharga bagi orang lain adalah kepuasan tersendiri dan menjadi amal ibadah kita. Dari pada kita harus tunduk pada media maenstream yang tidak sesuai dengan ideologi kita (hanya media politik dan promosi), lahan yang dapat mencurahkan segala yang kita ingin ungkapkan udah tersedia dengan terbuka lebar. Mengapa ini saya katakan, mungkin sudah banyak diantara kita menulis tentang sesuatu dan dikirimkan kemedia tertentu namun tidak pernah dimuat maupun ditayangkan (eh ingat tapi kemungkinan ada 2 hal isa terjadi hal itu, pertama karena media tersebut bersebrangan dengan ideologi kita ataupun, kedua tulisan kita amburadu danl gak jelas arahnya kemana ,,hehehehehe) .
Oke untuk tulisan selanjutnya saya akan sedikit mengutip prinsip seorang jurnalis yang mempunyai ideologi yang sangat baik untuk kita ambil sebagai contoh. Nantikan saja terusanya..
*Bersambung*

ISLAM DALAM PENGERTIAN NORMATIF “IMAN, ISLAM, dan IHSAN”



Ini adalah makalah presentasi saya semester 1 tentang iman, islam, dan ihsan di STAIS AL MUHSIN bersama WAHID. Mungkin hanya menjadi kenangan tersendiri ketika besok saya membuka tulisan blog saya ini,
Namun ingat jangan sekali-kali anda menyalahgunakanya tulisan ini, dosa di tangan anda bila itu sampai dilakukan. Gunakanlah sebagai referensi tambahan bukan copas ulang pekerjaan saya ini.
ISLAM DALAM PENGERTIAN NORMATIF “IMAN, ISLAM, dan IHSAN”
            Sebelum mengenal jauh apa yang dimaksud dengan Iman , Islam dan Ihsan,dalam melakukan studi tentang islam, ada istilah penyebutan islam secara normatif dan islam secara historis. Sebenarnya maksud dari itu ialah hampir sama dengan  Agama islam sebagai wahyu dan agama islam sebagai produk sejarah. Sebagai wahyu, Islam didefenisikan sebagai wahyu ilahi yang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW, untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. Sedangkan Islam historis atau islam sebagai produk sejarah adalah islam yang dipahami dan islam yang di praktekan kaum muslimin di seluruh penjuru dunia, mulai dari masa nabi Muhammad SAW sampai sekarang[1].
            Islam normatif juga tidak dapat terlepas dari kitab suci Islam, Al Qur’an dan sumber ajaran kedua, Al Hadist. Islam dengan kitab suci Al Qur’an adalah identik, karena semua ajaran Islam ada di dalamnya. Ajaran Islam adalah kandungan isi Al Qur’an yang diperkuat dengan Al Hadist[2]. 
I.IMAN
            Pengertian Iman dalam agama islam terlebih dapa pengertian normatif dapat lihat melalui hadis nabi Muhammad SAW yang diterangkan oleh Nabi Muhammad kepada malaikat jibril dalam rangka memberikan pelajaran kepada umat pada waktu itu.
قال : فأخبرني عن الإيمان .
قال : أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر ، وتؤمن بالقدر خيره وشره [3]
            Artinya :
Malaikat jibril bertanya : Beritahukan kepadaku (wahai Muhammad) tentang perkara iman,
Jibril menjawab: engkau beriman kepada Allah, kepada malaikat-Nya, kepada kitab-Nya, para utusanya, dan beriman kepada hari akhir, dan beriman kepada ketentuan yakni ketentuan baik dan buruk.
            Dari hasil dialog diatas maka dikenalah dengan sebutan rukun iman yang jumlahnya ada 6, yaitu:
1.    Iman kepada Allah
2.    Iman kepada malaikat-malaikat
3.    Iman kepada kitab-kitab
4.    Iman kepada rasul-rasul
5.    Iman kepada hari akhir
6.    Iman kepada qada dan qadar[4].
            Iman lebih melibatkan keyakinan akan sebuah kebenaran sejati, bukan kebenaran prasangka. Dengan kata lain bahwa orang yang beriman yakni orang yang memiliki keyakinan dan mereka mengikat diri mereka dengan keyakiakn tersebut untuk bertindak berdasarkan kebenaran yang mereka ketahui. Nabi Muhammad juga mendefinisikan kata iman dengan sebdanya, “ iman adalah sebuah pengakuan dengan hati, pengucapan dengan lisan, dan aktivitas anggota badan ”. Jadi iman melibatkan pengakuan, pengucapan dan perbuatan[5].
            Dalam al Qur’an banyak diterangkan juga tentang orang-orang yang beriman, gamabaranya tetap memenuhi keseimbangan antara keyakinan dan tindakan nyata. Seperti yang terdapat dalam surat al Baqarah ayat 2 yang kebanyakan tafsirnya ialah iman merupakan kepercayaan yang teguh yang disertai dengan ketundukan dan penyerahan jiwa. Tanda-tanda adanya iman ialah mengerjakan apa yang dikehendaki oleh iman itu. Dengan pengakuan bahwasanya sesuatu adalah benar dan menyatakan pembenaran tersebut secara verbal, seseorang meti mengikat diri terhadap kebenaran dan memperlihatkan komitmen mereka dalam aktivitas mereka, dan mereka mestilah hidup sesuai dengan kebenaran yang diyakininya[6].
            Jadi iman merupakan keyakianan yang penuh dan ketaatan yang disertai dengan wujud nyata dalam tindakanya baik dalam hubungannya dengan beribadah kepada Allah (hablumminallah) maupun dengan sesama mahluk dan manusia (habluminannas).

II. ISLAM
            Dari segi kebahasaan Islam berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata salima yang mengandung arti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata salimaselanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk dalam kedamaian[7]. Orang yang berserah diri, patuh, dan taat disebut orang muslim. Orang yang demikian berarti telah menyatakan dirinya taat, menyerahkan diri, dan patuh kepada Allah Swt[8].
            Khoirudin Nasition juga mengungkapkan pengertianya mengenai islam. Menurutnya kata islam juga berasal dari kata salima berarti selamat, tunduk, dan berserah. Maka salima min khatarin berarti selamat dari bahaya, salima min ‘aibin berarti selamat dari cacat. Arti alsama ilaihi berarti tunduk kepadanya, patuh kepadanya, dan menyerah kapadanya. Selain itu menurutnya kamus al munawir Islam merupakan kata jadi (masdar) dari aslama, yaslimu, islaman yang berarti kepatuhan, ketundukan, dan berserah[9]. Maka kalau disebut aslama amrhu ilaAllah berarti menyerahkan urusan kepada Allah. Penggunaan kata aslama menunjukan mutlaknya dilakukanya proses untuk meraih keselamatan, maksudnya selamat yang diberikan kepada seseorang bukan bentuk pemberian tanpa kerja, by giving, tetapi untuk mendapatkan keselamatan dibutuhkan proses dalam bentuk usaha dan kerja serius[10].
            Sedangkan menurut istilah, banyak ahli yang merumuskannya dan masing-masing dari mereka berbeda. Akan tetapi pada intinya adalah agama islam adalah nama bagi suatu agama yang berasal dari Allah SWT, sebagaimana firman Allah “sesungguhnya agama disisi Allah adalah Islam”. Dalam kitab hadist nabi Arba’in Nawawi yang ditulis oleh Imam Nawawi Islam dijelaskan sebagai berikut:
Artinya:
“Islam adalah kita bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa nabi Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, berpuasa romadhon, dan menunaikan haji bagi yang mampu”.
            Hasil dialog diatas disebut rukun islam, yakni:
1.    Pengakuan terhadap Allah sebagai tuhan yang esa dan pengakuan terhadap kerasulan Muhammad SAW, yang disebut dengan dua kalimat syahadah.
2.    Melaksanakan shalat
3.    Membayar zakat
4.    Menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadhan
5.    Menunaikan ibadah haji ke bait Allah bagi yang sanggup/ mampu[11].
            Andy Dermawan dalam bukunya Ibda’ Binafsika menjelaskan bahwa Islam adalah petunjuk (hudan) ilahiyah yang ditanamkan sebagai benih fitrah dalam sanubari manusia. Bentuk penanaman benih fitrah itu dapat diketahui melalui “kontrak” Memorandum of Understanding (MoU) antara Allah dan ruh manusia, sebagaimana diilustrasikan dala Al Qur’an surat al A’raaf (7) ayat 172 :
            “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",
            Muhammad syaltut memberikan istilah Islam adalah agama Allah yang diwasiatkan untuk mempelajari pokok-pokok dan syari’atnya kepada nabi Muhmmad SAW dan wajib (harus) menyampaikanya kepada seluruh manusia[12]. Jika melihat pengertian di atas maka bisa dikatakan istilah tersebut menyangkut perintah Allah kepada Nabi sekaligus Rasul Muhammad SAW. Definisi tentang islam menurut para tokoh memang sangat berbeda karena juga terdapat perbedaan latar belakang yang melatar belakangi mereka dalam memberikan sebuah definisi.
Jadi manusia adalah tempat bagi benih fitrah yang suci. Itulah amanah yang ditiupkan Allah ke dalam diri manusia, agar di dalam menjalani kehidupan sebagai khalifah dimuka bumi mampu menampilkan eksistensi dirinya secara bebas dan bertanggung jawab[13].Selain itu banyak yang mendefinisikan islam ialah agama samawi (revealed religion), agama yang diturunkan oleh Allah SWT kepada manusia memalui wahyu, bertujuan untuk mengatur, memberikan tuntunan serta menjamin keselamatan hidup manusia di dunia maupun akhirat.

III. IHSAN
            Penjelasan tentang ihsan dalam islam secara normatif dapat dilihat dari keterangan yang diberikan nabi Muhammad pada salah satu potongan hadis yang diriwayatkan oleh shahabat Umar ra dan telah banyak ditulis di dalam kitab-kitab hadis, yakni sebagai berikut:
قال : فأخبرني عن الإحسان .
قال : أن تعبد الله كأنك تراه ، فأن لن تكن تراه فأنه يراك
Malaikat Jiibril bertanya: Beritahukan aku tentang perkra ihsan.
Nabi Muhammad: Ialah engkau menyembah kepada Allah seolah-olah kamu melihatNya, jika engkau tidak melihatnya maka sesungguhnya Ia melihat kamu” 
            Ihsan juga merupakan berbuat kebaikan seolah-olah seseorang melihat Tuhan. Dalam situasi seperti ini, seseorang menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang dapat bersembunyi dari pandangan Allah. Tetapi tujuan ihsan tidak sekedar melakukan apa yang diperintahkan untuk mengerjakanya,  melainkan bertujuan untuk melakukanya demi Allah semata[14]. Manusia yang mampu mencapai tingkatan ini ialah mereka yang telah mempunyai cinta yang sangat tinggi terhadap Allah SWT dalam firmanNya Allah menerangkan tentang kecintaan seorang hambanya seperti dalam surat Al Baqarah ayat 165, yang artinya:
165. Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu[106] mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).
[106]. Yang dimaksud dengan orang yang zalim di sini ialah orang-orang yang menyembah selain Allah.
           
Dari segi bahasa ihsan berasal dari kata husn, yang merujuk pada kualitas sesuatu yang baik dan indah. Dalam pengertian yang umum, bermakna setiap kualitas yang positif kebaikan, kejujuran, indah, ramah, menyenangkan, selaras, dan lain-lain. Dalam al qur’an istilah ihsan juga sering diulang yakni degan kata hasanat, lawan kata dari ini adalh sayyi’at, suatu perbuatan atau suatu hal yang bersifat buruk. Sebuah hasanat dapat dikerjakan manusia maupun tuhan, akan tetapi sayyi’at tidak mungkin dilakukan oleh tuhan berdasarkan firman Allah SWT  dalam surat An-Nisak ayat 79 yang artinya :
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi”

IV.FUNGSI RUKUN IMAN & RUKUN ISLAM
a)    Sebagai pondasi keagamaan seseorang
b)    Memperkuat manusia dalam ubudiyahnya/ dalam hal ibadah.
c)    Sebagai acuan dalam hidup baik hablum minallah dan habluminannas
d)    Meneguhkan kedalam hati tentang kebaikan yang benar-benar dijanjikan kebenaranya
e)    Identitas diri seorang muslim
f)     Dan lain sebagainya.
Dengan demikian kita sebagai khalifah fil Ard, agar dapat menjaga tingkat yang tinggi di hadapan Allah SWT, maka keselarasan antara Iman, islam dan ihsan haruslah kita buktikan secara konkrit dan nyata dalam kehidupan kiata.

KESIMPULAN
Iman, Islam dan Ihsan adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena ketiganya sangat bersinergi antara satu dengan yang lainnya. Seorang muslim meyakini apa yang benar berdasarkan wahyu Illahi dan benar-benar menjalankan apa yang menjadi tanggung jawab atas apa yang diimaninya. Hasil dari iman adalah kegiatan konkrit yang disebut Ihsan dan kegiatan inilah murni dari kesemuanya yang memang mencapai puncak ibadah dan merasa bahwa dalam beribadah seolah-olah melihat Allah dan bilapun tidak maka Allah SWT pasti melihat kita dimanapun dan bagaimanapun mahluknya berada.

Fungsi rukun iman dan rukun islam :
a)    Sebagai pondasi keagamaan seseorang
b)    Memperkuat manusia dalam ubudiyahnya/ dalam hal ibadah.
c)    Sebagai acuan dalam hidup baik hablum minallah dan habluminannas
d)    Meneguhkan kedalam hati tentang kebaikan yang benar-benar dijanjikan kebenaranya
e)    Identitas diri seorang muslim
f)     Dan lain sebagainya.
Dengan mengetahui dasar landasan dalam setiap ibadah maka akan semakin berkualitas pula imbalan yang akan diterima seorang hamba. Dan janji Allah SWT semua mahluk sama yang membedakanya hanyalah taqwa disisiNya.

DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, Andy, Ibda’ Binafsika “Menggagas Paradigma Dakwah Pastisipasionis”, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2007.
Murata, Sachiko, Trilogi Islam (Islam, Iman dan Ihsan), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009.
Nasution, Khoiruddin, Pengantar stuudi Islam, Yogyakarta: ACAdeMIA, 2010.


[1] Khoiruddin Nasution,  Pengantar  Studi Islam (Yogyakarta: ACAdeMIA, 2010), hlm 14.
[2] Khadziq, Islam dan Budaya Lokal (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm 2.
[3] Imam Nawawi, Arba’in nawawi.
[4] Khoiruddin Nasution,  Pengantar  Studi Islam (Yogyakarta: ACAdeMIA, 2010), hlm 6.
[5] Sachiko Murata dan William C. Chittik, Trilogi Islam “Islam, Iman dan Ihsan”(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997),hlm 2
[6] Sachiko Murata dan William C. Chittik,hlm 5
[7] Maulana Muhammad Ali, Islamologi (Dinul Islam), (Jakarta: Ikhtiar Baru-Van Hoeve, 1980), hlm 2.
[8] Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pers,2009), hlm 62.
[9] Kamus Al munawwir Arab-Indonesia, Ahmad warson Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997) hlm.654 dan 656.
[10] Khoiruddin Nasution,  Pengantar  Studi Islam (Yogyakarta: ACAdeMIA, 2010), hlm 4.
[11] Khoiruddin Nasution,  Pengantar  Studi Islam (Yogyakarta: ACAdeMIA, 2010), hlm 6-7.
[12] Khoiruddin Nasution,  Pengantar  Studi Islam (Yogyakarta: ACAdeMIA, 2010), hlm 3.
[13] Andy Dermawan, Ibdak Binafsika ”Menggagas Paradigma Dakwah Partisipasionis”, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2007) hlm. 1.
[14] Sachiko Murata dan William C. Chittik, Trilogi Islam “Islam, Iman dan Ihsan”(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1997),hlm 314.