Beberapa minggu dalam awal bulan
serta awal tahun ini, terdapat berbagai macam sentilan dari sang Maha pencipta
untuk negri ini. Sentilan yang dimaksud adalah gunung batuk dan muntah, bumi
sedang bergerak, air yang ingin menggenang sementara dan juga belahan bumi yang
ingin jatuh ke tempat yang lebih rendah. Si mus mungkin kurang begitu paham
tentang kondisi kejiwaan dan batin para keluarga yang ditinggalkan oleh
Syuhadak dari sentilan di atas. Namun doa yang terpanjat adalah amal mereka
menjadi amal yang sangat luar biasa dan menjadikanya dekat dengan Sang Kholik
(Yang Maha Kuasa) disana.
Kata sentilan diambil oleh Si mus
karena menuurutnya peristiwa-peristiwa di atas adalah murni keseimbangan alam
dalam menyikapi berbagai perubahan kondisi bumi. Bila menilik ke dalam cerita
orang tua dahulu, ketika datang banjir maka sikap hidup yang diambil oleh
kebanyakan mereka adalah dengan ungkapan dan mengatakan kepada anak-anaknya
bahwa air hanya ingin mengalir bersamaan dalam lintasan atau ruang yang manusia
biasa berinteraksi, jadi tidak perlu membesar besarkan masalah air lewat dan
secepatnya mencari tempat yang aman. Kondisi kejiwaan yang sangat besar dan
sungguh patut untuk ditiru oleh orang-orang saat ini. Numun mungkin juga karena
air yang lewat pada masa dahulu tak sebanyak dan sesering yang terjadi pada
masa saat ini, tapi setidaknya kita juga patut meniru sikap hidup yang
demekian.
Pengamatan Si mus yang ditangkan
lewat tulisan ini mungkin masih membutuhkan kejelian dan pendalaman lebih
lanjut lagi. Sikap terhdap bencana yang terjadi pada saat ini adalah salah
satunya dibentuk oleh sebuah kotak bergambar dan bersuara (TV). Kenapa demikian
kotak yang menurut kebanyakan awalnya sebagai sebuah kemajuan keilmuan dan penemuan
dengan perkembangan kepentingan inndustri menjadikan lemah mental. Pengaruh
yang lebih besar dapat ditularkan lewat kotak ajaib ini kepada siapa saja yang
melihatnya. Kemampuan mempengarui penglihatan dengan perpaduan suara
menjadikannya bak sihir seorang hipnotis yang mempengaruhi alam bawah sadar.
Dalam bidang studi komunikasi memang
ada sebuah teori komunikasi media massa yang menyebutkan adanya teori tentang
jarum hipodermik/ jarum suntik, walau bantahan terhadap teori tersebut juga
ada. Sejauh perasaan Si mus teori ini mungkin yang membentuk sikap mental
setiap orang saat ini menjadi lemah terhadap apa yang dinamakan sebagai
bencana. Bertambahnya kepemilikan terhadap kotak ajaib televisi membuat
sekelompok orang menjadikan kotak tersebut sebagai mata pencaharian dan
indusrti, tentu itu semua juga ada faktor lain selain apa yang dikatakan dengan
kebutuhan hidup dan konstruksi pencapaian ekonomi.
Namun
yang peling menjadi sorotan Si mus terhadap teori di atas adalah ungkapan
dasarnya yakni bahwa media televisi ibarat suntik yang didalamnya terdapat
cairan racun atau obat yang bila disuntikan kedalam tubuh akan secara cepat
menjalar keseluruh organ tubuh lewat aliran darah dan merubah kondisi tubuh
menjadi apa yang dimasukan lewat jarum tersebut. Bila yang dimasukan adalah
cairan penyembuh semisal antibody maka tubuh akan kuat dan mempunyai ketahanan,
tapi jika yang dimasukan adalah cairan racun seperti bisa ular ataupun obat
serangga maka tubuh akan mengalami kualitas ketahanan dan mungkin fungsi-fungsinya
akan mati. Kata lain dari gambaran tersebut adalah setiap yang memakai kotak
ajaib tersebut akan menerima secar mutlak dan meyakininya sebagai kebenaran
sejati.
Dengan
berbagai macam berita bencana yang disiarkan lewat kotak ajaib televisi mungkin
akan dapat menjadikan setiap siapa saja yang melihatnya menjadi ngeri dan
bahkan takut. Padahal tampa mereka sadari bahwa terdapat menipulasi dan
dramatisasi demi kepentingan penaikan reting sebuah media televisi. Terdapat
editan efek suara dan gambar yang sedemikian rupa bermaksud menarik semua
khalayak agar menonton tayangan berita tersebut yang akhirnya akan melimpahkan
pendapatan iklan dan lain sebagainya. Awal minggu ini juga terdapat peristiwa
yang didramatisasi oleh pelaku kotak ajaib, yaitu muntahnya gunung dan
meninggalnya penduduk setempat yang menengok kebun mereka di lereng gunung
tersebut. Diberitakan di seluruh media massa kita secara serentak dengan judul
“Gunung S meminta Korban”.
Sekilas
memang terlihat tidak ada yang keliru, namun bila memahami betul katak-kata
tersebut maka secara sepakat bahwa kita akan menyalahkan gunung S, dan akan
mendapat pandangan setiap gunung seperti gunung S adalahh berbahaya dan kita
wajib untuk menjauhi, tidak berdampingan denganya, dan bila perlu mengutuk Si gunung
tersebut. Padahal kalau kita mau memikir dan mengkonstruksi ulang cara
berfikir, kita akan menemukan keharmonisan dalam menyikapi kehidupan dan
berdampingan dengan si gunung S tersebut. Ibarat orang yang sedang sakit batuk,
gunung S hanya mengeluarkan lendir yang disinyalir menjadi penyakitnya,
sehingga nantinya bisa sehat seperti sedia kala. Dan memang secara kebetulan
ada semut yang terkena lendir tersebut akhirnya mati.
Tentu
Si mus juga tidak bermaksud untuk menyamakan antara nyawa semut dengan manusia,
karena memang kedua mahluk ini berbeda dan memang diciptakan untuk berbeda.
Jika kita bisa sedikit mengambil pelajaran sebaiknya adalah seperti semut yang
masih dalam lubang atau bersembunyi ketika orang mau mengeluarkan lendir dari
mulutnya, sewaktu lendir tersebut sudah jatuh ketanah maka mereka keluar untuk
mengerumuninya dan mendapatkan hasil makanan dari lendir tersebut. Dan mungkin
yang terjadi dalam muntahnya gunung S adalah karena beberapa warga terhimpit
masalah ketehanan pangan mereka yang tadinya sudah mengunggsi kembali kelereng
untuk melihat kebun tanpa disadari bahwa kondisi Si gunung sedang ingin
mengeluarkan lendir dan akhirnya mereka tertimpa lendir tersebut dan menjadi
para Syuhadak di Sisi Sang Kholik.
Kondisi
tersebut akhirnya
didengar oleh para pelaku kotak ajaib dan akhirnya memuat dalam sajian menarik
dan seolah simpatik terhadap apa yang terjadi, padahal orieentasi mereka adalah
berjualan dan berjualan. Sehingga tampa mereka sadari ketahanan sikap hidup
untuk mengetasi masalah yang sama juga ikut berkurang secara perlahan. Kotak
tersebut telah menghipnotis siapa saja yang melihatnya dan membuat konstruk
pemikiran bahwa setiap bencana sama dengan jahat, tampa ada pemikiran tentang
apakah peeristiwa yang dikatak sebagai bencana tersebut merupakan teguran,
sentilan, hukuman dari Tuhan ataukah sikap penyesuaian alam atas apa yang
dibuat oleh setiap manusia di muka bumi ini. Karena tanah, air, udara juga
merupakan mahluk yang mempunyai hak selayaknya manusia.